Selasa, 25 Maret 2014

He will be there...


Today I Will Walk with my hands in God

Today I will trust in Him and not be afraid
For He will be there, for He will be there
Every moment to share, on this wonderful day
He has made

Lagu ini memang kebanyakan dinyanyikan di resepsi pernikahan.
Aku tidak sedang ingin menikah ketika menyanyikan lagu ini
Tidak!
Aku sedang memutuskan sesuatu yang sangat besar untuk hidupku, masa depanku
Mundur ke belakang saat banyak orang bergerak lari maju ke depan
Mundur untuk belajar merendahkan diri di hadapan seseorang
Mundur untuk memilih sesuatu yang selama ini kuhindari
Berbalik arah dari impian dan cita-cita besarku selama ini 
Bergerak mundur dalam sadar untuk menjadi lebih rendah hati

Jalan di depanku tidak akan pernah mulus
Tidak mungkin tanpa tantangan
Belum tentu tanpa air mata dan pergumulan
Tantangan dan pergumulan adalah hal yang pasti untuk perjalanan ini
Namun aku menantang diriku lebih dari semua impian dan cita-cita besarku
Biar saja teman-teman bergerak maju sambil berlari
Aku akan baik-baik saja dengan berjalan mundur
Aku pasti akan baik-baik saja dengan pilihan ini

Aku tahu siapa yang aku pilih
Dan dia juga memilih aku
Meski akan banyak rintangan dan air mata
Meski banyak jalan penuh luka dan harus tertatih-tatih
Meski harus berurai air mata aku akan membuktikan pada diriku bahwa pilihan ini tak pernah salah dan tidak akan pernah salah

Ibarat menaiki anak tangga
Perjalanan mundur ini seperti mengulang sesuatu dari awal
Seperti memulai sebuah perjalanan dari anak tangga yang paling bawah
Tetapi bahwa ia yang kupilih ada disana bersamaku
Ia ada jauh di depanku untuk menungguku mencapai puncak
Ia ada tepat di sampingku untuk menggandeng tanganku dan memberi semangat
Ia ada tepat di belakangku untuk memberiku kekuatan saat aku lelah
Ia ada tepat di satu anak tangga di depanku untuk siap menerima tanganku kala aku mendaki naik
Ia ada di sana menemani perjalananku

Aku benar-benar hanya mau memilih jalan ini untuk membuktikan pada diriku bahwa ini bukanlah jalan kehinaan,
Ini adalah sebuah jalan kemuliaan

Masih dalam perjalanan 40 hari ini...
Tapi aku sudah mempunyai jawaban untuk pergumulan 40 hari ini

Terlalu banyak kita berdoa agar Tuhan menjawab doa kita
Kali ini aku berdoa agar aku yang menjawab doaku sendiri:
"with all my heart, I'm ready GKS... See you very soon"





Temanggung, March 26, 2014

Rabu, 05 Maret 2014

Is, saya pengen daftar vicarisss....

Beberapa hari yang lalu seorang saudari, sahabat, teman seperjuangan dari GKS meminta dukungan doa karena akan memasukkan lamaran untuk menjadi vicaris. Membaca pesan singkat yang ia kirimkan melalui SMS tak ayal membuat saya syok menatap HP. Vicaris? Bukankah teman saya ini sedang merencanakan melanjutkan studi ke S2? 

SMS ini mengganggu saya. Mengapa? Karena dari angkatan 2008 asal GKS yang berkuliah di FTeol hanya 3 orang (angka yang sangat jarang dan hebatnya kami bertiga perempuan semua). Salah seorang mendahului kami ke rumah Bapa pada awal tahun 2012 lalu. Ia pergi menyelesaikan tugas pelayanannya di dunia. Kini tinggallah saya dan teman saya ini yang sudah lulus dari FTeol 2-1 tahun yang lalu. Saya memilih tinggal di Jawa dan bekerja serta melayani di kota kecil yang dinginnya seperti Salatiga tapi tidak/belum senyaman Salatiga. Tetapi teman saya ini memilih pulang ke Sumba. Di sana ia jatuh sakit tetapi masih berencana untuk melanjutkan studi S2. Lalu entah bagaimana ia sembuh dan sekarang saya mendapat kabar bahwa ia akan melamar ke kantor Sinode GKS untuk menjadi VICARIS.

Pagi tadi ia kembali mengirimkan pesan. Ia sudah diterima sebagai Vicaris GKS dan ditempatkan di GKS Tenggaba. Membaca sms itu banyak perasaan bergejolak di hati saya. Senang, excited, wow, bahagia, dan satu perasaan aneh yang tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Mungkin perasaan itu adalah perasaan menghakimi dari dalam hati kecil saya => "kapan kamu akan menjadi vicaris?"

Sejujurnya saya sangat senang. Sebab teman, sahabat, saudari saya ditempatkan di gereja dimana di sana keluarga mama besar berkumpul. Gereja itu adalah kampung halaman mama. Menerima dia sama saja dengan menerima seorang anak perempuan seperti saya. Saya hanya sedikit kuatir dengan pertanyaan: "kenal nona ris?" "dia sudah selesai kuliah?" "oh, kenapa belum pulang jadi vicaris?" (saya berharap sih pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah ditanyakan). 

Bukan ini sebenarnya yang menyebabkan perasaan aneh di hati saya. Bukan. Perasaan itu adalah perasaan rindu sekaligus perasaan ego saya yang tidak/belum siap menjadi vicaris. Selain di sisi lain, saya benar-benar tergila-gila untuk studi lanjut, di sisi yang lain saya tidak benar-benar siap menjadi vicaris. Bukan Vicarisnya yang membuat saya tidak siap. Sebenarnya saya sedang tidak siap memikul salib. Saya tidak siap jika ditempatkan di jemaat pedesaan yang tidak mempunyai listrik dan sinyal. Saya tidak siap ditempatkan menjadi pendeta jemaat seumur hidup di satu jemaat apalagi jika itu di pedesaan. Bagaimana dengan keluarga saya? Bagaimana jika saya menikah? Anak-anak saya, bisakah mereka mengenyam pendidikan yang layak jika di desa? dan sejuta penolakan-penolakan lain.

Saya tahu, saya terlalu sombong. Saya lupa pada satu-satunya keinginan di hati saya dulu dan janji saya pada papa sebelum berangkat kuliah ke Jawa. Dulu saya berjanji untuk pulang dan menjadi pendeta. Namun sekarang untuk pulang saja saya bergumul terlalu banyak. Sampai di titik ini saya sadar memikul salib bukan perkara yang mudah. Itu sebabnya saya lebih memilih menghindari salib, memilih jalan yang lain yang lebih mudah. Sungguh menyedihkan.

"Salib memang lambang penghinaan sehingga tidak banyak orang mau menjadi hina karena memikul salib."

Begitu tulis saya di renungan persekutuan wilayah bulan ini. Dan saya tertegun ketika mengetik kalimat ini. Kalimat ini menggambarkan diri saya. Salib memang lambang penghinaan sehingga saya TIDAK MAU MENJADI HINA KARENA MEMIKUL SALIB.

Ya Tuhan..... 
Sementara banyak teman-teman seperjuangan saya berlomba-lomba menyerahkan diri melayani Tuhan, saya menghindar dari jalan ini. Alasannya adalah karena saya merasa ini jalan kehinaan. Saya tidak siap tertolak, tidak siap hidup sederhana, tidak siap dipakai Tuhan. Saya tidak tahu harus bersikap bagaimana terhadap Tuhan... Saya sungguh-sungguh berharap setelah masa prapaskah ini saya benar-benar dapat memutuskan saya akan ke mana. 

Kalimat yang saya tulis di atas tidak berhenti di kalimat itu. masih ada lanjutannya: 


"Tetapi di sisi yang lain salib adalah lambang kemenangan, pemuliaan dan kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa salib dan kematian. Puncak kemenangan kekristenan justru terjadi di masa paling kelam yaitu di masa penderitaan. Salib dan kematian Yesus adalah puncak kemenangan orang Kristen. Tidak ada kebangkitan dan jaminan hidup kekal tanpa salib dan kematian."

Mengimani, melakukan dan mengikuti jalan salib inilah yang saya gumuli dan sedang perjuangkan selama 40 hari ini. Semoga saya dapat terus mengikut Dia. Berjalan terseok-seok... Langkah-langkah kecil... sampai kalimat memelas ini "is, saya pengen daftar vicaris..." dapat saya jawab dengan pasti "yuk..."


*postingan terjujur dari lubuk hati yang paling dalam*

NB: bagi sahabat terbaik saya, selamat melayani ya. terima kasih mengingatkan saya tentang hal ini