Jumat, 17 Januari 2014

Di Atas Langit Masih Ada Langit



“With too much pride a man cannot learn a thing. 
In and of itself, learning teaches you how foolish you are.” 


Dalam banyak hal kalimat di atas ada benarnya.
Terlalu banyak kebangaan seseorang malah jatuh dalam kesombongan dan tidak belajar apa-apa dari banyak keberhasilan. Banyak kebanggaan, belajar bagaimana menjadi bijak dan mengerti serta mendapati diri mengerti sesuatu yang sebelumnya tidak dipahami sebenarnya hanya menyadarkan bahwa dulu kita pernah bodoh, pernah berada di bawah dan bahwa berada di enak saat ini karena pernah dulu berada di posisi tidak enak. Kita perlu sebuah perbandingan untuk menunjukkan perbedaan masa lampau dan masa kini.

Saya belajar hal ini hari ini. Beberapa murid saya di sekolah adalah murid yang 'luar biasa'. Mereka berbeda dari murid kebanyakan => nilai ulangan di bawah KKM, biang ribut dalam kelas, kandidat paling telat mengumpulkan tugas, dll. Seringkali terlalu lelah menghadapi mereka. Ya, tidak dapat dipungkiri, sebagai seorang guru, dalam banyak hal saya lebih melihat hasil daripada proses meskipun berulangkali saya mengatakan pada diri sendiri: "fokus pada bagaimana Tuhan perlengkapi mereka, lihat potensi yang mereka miliki, jangan menghakimi hanya berdasarkan kepandaian anak-anak yang lain" namun tetap dalam banyak hal saya melupakan hal ini. Otak saya lebih cepat menghakimi mereka dari pada melihat cara mereka bekerja, memproses sesuatu. Pada titik ini saya mengaku kalah.

Namun hari ini saya belajar sesuatu dari mereka. Mereka mengajarkan tentang berproses dan berusaha. Saya memberi mereka tugas membuat pembatas Alkitab dengan mencantumkan dua ayat yang saya beri. Mereka memang terlambat mengumpulkan sebab seharusnya tugas itu mereka kumpulkan kemarin siang. Tadi pagi sudah sempat dongkol "ahhh nama-nama ini lagi yang selalu telat!!" 

Saya masuk ke kelas dan meminta pertanggungjawaban mereka untuk mengumpulkan tugas yang dimaksud dan mereka mengumpulkannya. Hasil kreasi mereka memang bukan yang terbaik namun disana terlihat kesungguhan, mungkin kerja keras, keseriusan dan usaha menghasilkan pembatas Alkitab semampu mereka. They try their best. Saya termenung lama ketika melihat kreasi-kreasi itu sementara mereka mengerjakan soal-soal ulangan harian. Saya harus menghargai proses mereka membuat tugas ini. Saya harus menghargai usaha mereka memenuhi tuntutan saya. Saya harus mengapresiasi nilai bonus di atas standar hasil mereka untuk alasan proses yang mereka lalui. Saya tersentuh karena biasanya mereka mengumpulkan tugas molor beberapa hari dari batas akhir hingga membuat saya marah namun hari ini mereka hanya terlambat satu hari. Saya tersentuh meskipun saya tahu mereka tidak mampu memenuhi standar yang saya tentukan dan menyeimbangi hasil kerja teman-teman lain namun mereka berusaha dan usaha itulah yang saya hargai. Mereka menyadarkan saya satu hal bahwa yang paling penting dari sebuah perjalanan bukan akhirnya tapi perjalanan itu sendiri. Apalah arti garis finish sebuah perjalanan kalau perjalanan itu sendiri tidak dinikmati. 

Pengalaman ini mengingatkanku pada sms seorang teman ketika ia mengatakan bahwa tulisannya akan dipublikasikan di salah satu jurnal teologi, saya mengapresiasi dia dengan berkata: “Wooww kerennya, B jd kagum dg U, patut diperhitungkan.” (Wow… kerennya, aku jadi kagum padamu, patut diperhitungkan). Namun dia menanggapinya berbeda. Dia membalas pesan singkatku dengan berkata:

“Is, b jadi kepikiran dengan u pung perkataan ‘b jd kagum dg u dan patut diperhitungkan’. B sadar pada tahap ini bahwa kekaguman b n bagaimana b memperhitungkan seseorang justru bukan dilihat dari kemampuannya menulis di mana-mana atau berkhotbah yang bagus, dll. Tapi justru pada semangat dan kerja keras seseorang yang tulus untuk mencapai sesuatu. Mau dia gagal atau berhasil b tetap kagum.
Karena pada tahap ini b lihat ada banyak orang yang terlalu banyak menulis di mana-mana pun pada akhirnya jatuh pada kesombongan. Padahal kalo mau diukur dengan apa yang b dapat sekarang b bisa bilang kalo apa yang dong tulis tuh sonde bagus. Tapi pada saat b mengukur justru b on lihat dong pu perjuangan dan bagaimana b sampe di tahap sekarang. Di atas langit masih ada langit. Sadar juga bahwa banyak teolog yang tulisannya b baca hasil dari pelagiat beberapa tulisan karena baca banyak buku.
Bahwa tulisan yang bagus tuh perjuangannya berat. Harus kuasai teori itu pun teori yang paling dasar.
Belajar dengan banyak orang hebat memang membuat katong jadi orang hebat tapi perasaan hebat itu dimulai dari perasaan bahwa katong ini kerdil dan b melatih diri untuk tidak pernah melupakan tuh perasaan.”

SMS yang sangat panjang dan penuh kebenaran. Saya protes pada awalnya karena saya beranggapan saya sedang mengapresiasi kerja keras dan perjuangannya. Saya tahu bagaimana ia berjuang dari awal untuk sampai pada posisi ini. Dan perjuangan itulah yang saya apresiasi. Lalu kami akhirnya sampai pada kesepakatan yang sama.

Kejadian hari ini tentang murid-murid itu mengingatkanku pada sms ini. Seseorang tidak pernah sampai ke puncak kalau tidak pernah merasakan berada di bawah. Dan berada di puncak selalu mengingatkan kita bahwa kita dulunya pernah ada di bawah. Terlalu banyak melihat ke atas bisa membuat seseorang sombong dan juga merasa kurang, sering melihat ke bawah membuat seseorang sadar bahwa ia dulu merangkak dari sana juga dan bahwa sekarang ia ada di posisi yang jauh lebih baik. Dan yang paling penting dari hal ini adalah bahwa jika seseorang tidak pernah merangkak naik ia tidak mungkin sampai di atas. Apresiasi kita seringkali terlalu banyak hanya pada hasil akhir bukan pada proses merangkak itu. Entah seseorang gagal atau berhasil yang paling utama adalah bahwa ia sudah bekerja keras merangkak. Dan ini hal utama yang harus selalu diingat. Murid-muridku mengajarkan hal ini dengan lebih baik. Melihat kerja keras dan usaha mereka bukan pada hasil. Ada usaha dan kerja keras di balik angka 60, 70 dan 100…
Mereka menginspirasi….



Temanggung, January 17, 2014

4 komentar:

  1. pas baca tulisan ka ris,,,, rasa2nya dapat tambahan semangat untuk menyelesaikan apa yg sudah dan sedang qt buat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehhehe semangatt Tuty,
      kerja keras kita tidak akan pernah sia-sia
      jangan lupa menikmati proses ini
      nanti kalo so selesai kangen loh

      makasih so mampir :)

      Hapus
    2. sama2 kakak :)
      tetap terus menulis ya kakak :)
      menanti lanjutan ulasannya kakak ttg The Sacred Search

      Hapus
    3. hehhe ia Tuty,
      masih sangat sibuk dengan tugas2 ini jadi belum ada waktu ulas buku itu lagi
      nanti kalo so jadi kt tag ee :)

      Hapus