Jumat, 29 Agustus 2014

Menunggu

Menunggu
Saya orang yang paling gak suka menunggu
Apalagi menunggu seseorang yang datang telat
Menunggu dokter, seperti petang ini
Menunggu teman, dosen, kenalan, apalagi ngantri bensin kayak akhir-akhir ini
Sering juga saya menunggu sesuatu yang gak jelas
Meski saya tahu yang ditunggu gak mungkin nongol, saya tetap menunggu
Kadangkala menunggu adalah jalan yang kita pilih agar kita bertemu dengan kepastian
Meski seringkali mengecewakan, banyak orang senang menunggu
Tapi juga menunggu gak cuma untuk hal-hal yang gak enak, menunggu juga bisa menyenangkan
Seperti menunggu gebetan, menunggu anak gede (bagi orang tua), menunggu anak lulus kuliah
Ada juga menunggu yang bikin geregetan, nungguin si dia putus sam pacarnya *ahaha ini versi ngaco*
Saat menulis ini aku sedang menunggu, nungguin papa yang juga sedang nunggu dokter
Jadi aku nungguin papa yang sedang nungguin seseorang, wkwkw intinya aku juga sedang nunggu dokter
Kalau ini versi menyebalkan, aku nunggu 2 jam! 
Tapi lumayan sih khotbah 1 selesai, file pesanan mama berhasil didownload, aku bisa nulis di blog
Ya meski kadang-kadang menunggu membosankan, toh aku tetap menunggu di sini, menunggu untuk kepastian dan emang karena kita butuh
Oh ya, kita semua juga sedang menunggu seseorang, partner in life (bagi yang jomblooooo) 
Banyak hal kita lakuin selagi menunggu, seperti nyobain jodoh orang, mampir bentar di hati orang, dan petualangan lainnya.
Asik gak asiknya menunggu sangat tergantung pada siapa yang kita tunggu dan mengapa kita menunggunya.
Saya sedang menunggu seseorang. Tapi orang yang mana, gak jelas juga
Yang jelas saya sedang nunggu seseorang yang juga (mungkin) sedang nungguin saya, kenapa? Karena semua penantian menuntut kepastian :)

Btw, pak dokter cepatlah datang....
Lama sampeeeee 

Selasa, 26 Agustus 2014

Masa lalu adalah masa lalu

Masa lalu identik dengan galau? Kadang ia, kadang tidak. Tapi beberapa hari ini aku memikirkan masa lalu yang bikin galau. Galau tentang kisah di ujung jalan yang telah usai. Ada saat kita mensyukuri banyak hal di masa lalu, ada saat kita mensyukuri peristiwa-peristiwa yang tidak terjadi tapi kita ingin kembali sejenak ke sana hanya untuk merasakan sejenak kebersamaan, perasaan, kedekatan dan hal-hal indah lainnya. Ada banyak kisah di masa lampau, ada yang begitu mudah dilupakan, ada yang bahkan butuh waktu yang cukup lama. Kisah ini adalah salah satunya. Sudah hampir terkubur dalam-dalam oleh waktu. Namun, ini hal yang kadang terlewatkan: lebih mudah melupakan seseorang saat ia jauh dan kita tidak bersinggungan dengannya, adalah hal yang sulit membuang bayang-bayang seseorang ketika ia ada di dekat kita. 
Sebenarnya, kenangan akan kisah ini adalah yang tak patut lagi diingat bahkan ditulis. Namun atas pertimbangan bahwa setiap hal yang kulalui adalah bagian dari proses pendewasaan dan kematangan diri, aku menulis hal ini. Bukan untuk menganggu hubungan seseorang, bukan untuk membuat seseorang merasa tidak enak, atau membuat seseorang merasa bersalah. Kisah itu telah usai. Aku sudah membereskan segala sesuatu di masa lampau. Aku menerima bahwa hal-hal terjadi atas injin dan kehendak Tuhan, tugas kita adalah bersyukur dan menerima bahwa semua hal baik dikerjakan Tuhan melalui keputusan baik dan buruk manusia. 
Aku menulis ini untuk sebuah penyadaran bahwa aku benci dicurangi. Kebencian ini bukan kepahitan tapi sebuah pelajaran berharga bahwa dicurangi adalah hal yang menyakitkan, sama menyakitkan ketika kita mencurangi orang lain. Pelajaran yang menumbuhkan sebuah tekad dalam hati untuk tidak mencurangi orang lain. Kita tidak dapat mempermainkan kesetiaan dan komitmen seseorang untuk sebuah kelalaian dan toleransi terhadap kegagalan kita untuk berkomitmen. Untuk kesadaran inilah aku mensyukuri hal-hal yang sangat aku rindukan terjadi tapi tidak terjadi. Aku melihat ini sebagai sebuah "tindakan pencegahan" yang dilakukan Tuhan. Tindakan pencegahan yang membuatku dewasa hari ini. Kita hanya dapat melihat apa yang ada di depan mata, Tuhan melihat jauh ke masa depan. Aku bersyukur karena keputusan Tuhan selalu mendahului pilihan-pilihan yang aku buat di dalam kelemahanku sebagai manusia. Masa lalu adalah cerminan bagi kehidupan yang lebih berkelas, pelajaran untuk menghargai komitmen, dan kesempatan untuk naik level dalam kelas iman. Pilihan selalu menunjukkan orang seperti apakah kita. 
Lalu, apakah aku masih galau setelah menulis hal ini? Tidak! Menulis adalah terapi dan aku menjadi 'sembuh' setelah menulis tentang hal ini. Masa lalu adalah masa lalu. Pada akhirnya kita harus berterima kasih untuk orang-orang yang Tuhan kirimkan dalam hidup agar kita dapat belajar dari mereka. 

Kamis, 21 Agustus 2014

Semoga cepat berakhir ya, ma

Hari ini saya mengantar mama ujian proposal. Mama bersama banyak guru-guru lainnya yang sudah PNS tapi belum sarjana diharuskan untuk mengikuti program kuliah percepatan dari UNDANA kupang agar semua tunjangan mereka sebagai guru tidak dicabut karena tidak memenuhi syarat sebagai guru dengan gelar sarjana pendidikan. Untuk tujuan dan kekuatiran inilah mama bersama teman-temannya yang senasip mengikuti program pemerintah ini. Program ini melelahkan dan memakan biaya yang tidak sedikit. Beberapa hari ini saya memperhatikan cara mereka memperlakukan dan menghargai dosen-dosen mereka dengan menghambur-hamburkan uang hanya agar tuntutan pemerintah ini tercapai. 

Melihat antusias, kesibukan dan hiruk pikuk para ‘mahasiswa’ ini mempersiapkan segala sesuatu untuk ujian proposal hari ini membuat saya terharu. Di sisi lain saya bersyukur saya sudah pulang ke rumah ketika mama ujian sehingga saya bisa ikut ambil bagian dalam jerih lelah mama mempersiapkan ujian proposal ini. Oh ia mama berkuliah sejak pertengahan 2012 lalu dan akan selesai bulan Desember 2014 ini. Perjuangan mereka bukan main-main, mama harus menyisihkan sebagiannya uangnya untuk regis kuliah dan untuk membiayaai saya dan adik-adik kuliah, belum lagi sejuta tugas yang kadang-kadang tidak masuk akal menurut saya. Tapi yang luar biasa menurut saya ketika melihat perjuangan para mahasiswa ini adalah tekad mereka yang pantang menyerah, bukan untuk gelar S.Pd di belakang nama mereka. Bukan itu. Melainkan agar tunjangan mereka tidak ditarik. Bukan karena mereka rakus uang atau gila uang. Bukan. Tapi agar anak-anak mereka dapat meneruskan sekolah bahkan ke perguruan tinggi. Saya tahu persis perjuangan mereka, terutama perjuangan mama. Bukan agar gaji mama tidak dipotong tapi agar adik-adik saya dapat kuliah dengan baik. Saya sungguh terharu melihat perjuangan tak kenal lelah dari mereka. 

Tapi me;lihat perlakuan para dosen yang terhormat ini membuat saya benar-benar mensyukuri keputusan saya untuk berkuliah di jawa 6 tahun lalu daripada mengikuti keinginan papa untuk kuliah di Kupang. Memang tidak semua dosen di Kupang akan seperti dosen-dosen yang saya lihat 2 hari ini namun gambaran pendidik seperti mereka hampir tidak pernah saya temui di kampus saya kemaren. Maaf. Mereka mengajar bukan sedang mengajar mahasiswa tapi lebih parah seperti mengajar anak di bawah usia SD yang tidak tahu apa-apa. Saya juga pernah menajdi pendidik. Bahkan di murid-murid saya yang hanya SD tidak pernah saya perlakukan demikian. Saya menghargai mereka sebagai pribadi yang dalam banyak hal justru mendidik saya juga. Sayang sekali, budaya yang sama tidak saya temui di tempat ini. Para dosen berbuat sesuka hati, menuntut sesuatu dalam waktu mepet, sangat kurang persiapan, merokok ketika mengajar, dan menuntut fasilitas ini itu layaknya seorang bos. Luar biasa! Saya menduga-duga apakah di kampus sana ia juga dilengkapi fasilitas seperti di sini atau ia hanya memanfaatkan kebaikan hati para mahasiswa ini, hanya karena para mahasiswa ini berjuang dan manut terhadap semua keinginan mereka. Saya memang bukan bagian dari program ini tapi saya benar-benar muak dengan cara mereka. Mungkin memang pemahaman mereka berbeda dari saya. Cara mendidik mereka berbeda dan sejuta alasan yang mempenagruhi tindakan mereka. Tapi saya benar-benar tidak menyetujui semua perlakuan mereka. 
Semangat ujian mama dan teman-teman mama. Semoga cepat berakhir perjuangan mama dan om+tante yang lain. 4 bulan lagi penderitaan mama dan om+tante akan berakhir (
(ini edisi marah-marah karena adaptasi yang luar biasa sukar,
Saya mungkin hanya perlu terbiasa dengan budaya dan keadaan di tempat ini.

Minggu, 10 Agustus 2014

Jatuh

Kemarin aku jatuh
Kemarinnya lagi aku jatuh
Jatuh di tempat yang sama untuk kedua kalinya
Dan ini sama sekali gak lucu
Aku sudah berhati-hati agar gak jatuh di tempat yang sama
Namun toh, aku jatuh juga bahkan kali ini meninggalkan bekas luka di kakiku

Jatuh memang gak enak
Gak ada jatuh yang enak
Jatuh cinta?
Siapa bilang enak?
Lebih banyak galaunya daripada senangnya
Upsss melenceng...

Kadang-kadang kita suka 'jatuh' di tempat yang sama
Orang bijak bilang: gak belajar dari pengalaman
Nyatanya kemarin aku berusaha gak jatuh tapi jatuh juga
Baiklah, memang ada hal-hal dalam hidup yang berada di luar kendali kita
Kalau kita jatuh lagi di tempat yang sama, apakah kita gak pernah belajar dari pengalaman?
Oh belum tentu, menurutku
Bisa saja kita menjadi lebih ekstra hati-hati dan itu justru membuat kita jatuh lebih parah di tempat sebelumnya

Jadi, apakah kita salah jika jatuh di tempat yang sama untuk ke sekian kalinya?
Jatuh dalam banyak hal justru mengajarkan kita bagaimana bangkit berdiri
Jatuh membuat kita jauh lebih berani dari sebelumnya
Jatuh mengingatkan bahwa kita rapuh, mudah sekali terluka

Apakah kamu pernah jatuh?

Minggu, 03 Agustus 2014

Happy sunday dari dapur

Hampir lupa kalau masih punya blog, lama banget tidak menulis di blog ini karena super duper sibuk perpisahan n pulang. Jadi, ceritanya hari ini saya bolos ke gereja. Tetapi saya masih tetap melayani. Melayani beberapa pelanggan yg mampir di warung makan disini, di tempat tanteku bekerja. Pelanggan yang sungguh terlalu banyak dengan karakter dan kemauan masing-masing. Saya belajar menerima tamu yang memesan makanan, belajar membuat kesan yang baik bagi setiap tamu, bergegas-gegas menyiapkan pesanan mereka meski yang saya kerjakan tidak sebanyak dan secepat tante dan teman-temannya. Saya belajar mengupas timun dengan kesulitan-kesulitan pada awalnya namun setelah lancar mengupas saya malah gak mau berhenti mengupas, saya belajar menakar nasi di piring, belajar tersenyum ramah atas kesalahpahaman pelanggan, saya belajar memperlakukan mereka seperti 'raja n ratu'. Dan yang paling utama saya belajar menempatkan diri pada posisi pelayan. Selama ini saya hanya tahu komplain jika pesanan di warung makan tidak sesui selera, saya marah jika pesanan terlambat datang, saya mengeluh jika rasanya kurang pas di lidah, saya ngomel-ngomel jika pelayannya kerja lamban, hari ini setelah mengalami pengalaman ini saya menjadi tahu bagaimana rasanya menjafi pelayan dan betapa sulitnya menurut saya menjadi seorang pelayan. Pengalaman ini setidaknya mengajarkan saya beberapa hal: 
 - Jangan terlalu cepat menghakimi seseorang jika kita tidak pernah tahu bagaimana rasanya berada di posisi dia 
 - Jika kita peka sedikit saja, kita dapat belajar banyak hal dari hidup kita sendiri 
 - Saya akan lebih sabar dan pengertian jika memesan makan n minum di warung makan 
 - Hari ini saya tetap melayani Tuhan, tidak di gereja tetapi di warung makan, melayani Tuhan melalui para tamu yang datang.  
Dan yang terakhir, selamat hari minggu dari dapur RM. Khas Prambanan cabang Renon, Denpasar :) Tete Manis sayang... 

 Oh ya terima kasih banyak untuk tante Tina sudah memberi saya pengalaman hebat ini, sudah lama banget saya pengen punya pengalaman menjadi seorang pelayan di rumah makan dan hari ini impian itu terwujud, makasihhhh :-)