Masa lalu identik dengan galau? Kadang ia, kadang tidak. Tapi beberapa hari ini aku memikirkan masa lalu yang bikin galau. Galau tentang kisah di ujung jalan yang telah usai. Ada saat kita mensyukuri banyak hal di masa lalu, ada saat kita mensyukuri peristiwa-peristiwa yang tidak terjadi tapi kita ingin kembali sejenak ke sana hanya untuk merasakan sejenak kebersamaan, perasaan, kedekatan dan hal-hal indah lainnya. Ada banyak kisah di masa lampau, ada yang begitu mudah dilupakan, ada yang bahkan butuh waktu yang cukup lama. Kisah ini adalah salah satunya. Sudah hampir terkubur dalam-dalam oleh waktu. Namun, ini hal yang kadang terlewatkan: lebih mudah melupakan seseorang saat ia jauh dan kita tidak bersinggungan dengannya, adalah hal yang sulit membuang bayang-bayang seseorang ketika ia ada di dekat kita.
Sebenarnya, kenangan akan kisah ini adalah yang tak patut lagi diingat bahkan ditulis. Namun atas pertimbangan bahwa setiap hal yang kulalui adalah bagian dari proses pendewasaan dan kematangan diri, aku menulis hal ini. Bukan untuk menganggu hubungan seseorang, bukan untuk membuat seseorang merasa tidak enak, atau membuat seseorang merasa bersalah. Kisah itu telah usai. Aku sudah membereskan segala sesuatu di masa lampau. Aku menerima bahwa hal-hal terjadi atas injin dan kehendak Tuhan, tugas kita adalah bersyukur dan menerima bahwa semua hal baik dikerjakan Tuhan melalui keputusan baik dan buruk manusia.
Aku menulis ini untuk sebuah penyadaran bahwa aku benci dicurangi. Kebencian ini bukan kepahitan tapi sebuah pelajaran berharga bahwa dicurangi adalah hal yang menyakitkan, sama menyakitkan ketika kita mencurangi orang lain. Pelajaran yang menumbuhkan sebuah tekad dalam hati untuk tidak mencurangi orang lain. Kita tidak dapat mempermainkan kesetiaan dan komitmen seseorang untuk sebuah kelalaian dan toleransi terhadap kegagalan kita untuk berkomitmen. Untuk kesadaran inilah aku mensyukuri hal-hal yang sangat aku rindukan terjadi tapi tidak terjadi. Aku melihat ini sebagai sebuah "tindakan pencegahan" yang dilakukan Tuhan. Tindakan pencegahan yang membuatku dewasa hari ini. Kita hanya dapat melihat apa yang ada di depan mata, Tuhan melihat jauh ke masa depan. Aku bersyukur karena keputusan Tuhan selalu mendahului pilihan-pilihan yang aku buat di dalam kelemahanku sebagai manusia. Masa lalu adalah cerminan bagi kehidupan yang lebih berkelas, pelajaran untuk menghargai komitmen, dan kesempatan untuk naik level dalam kelas iman. Pilihan selalu menunjukkan orang seperti apakah kita.
Lalu, apakah aku masih galau setelah menulis hal ini? Tidak! Menulis adalah terapi dan aku menjadi 'sembuh' setelah menulis tentang hal ini. Masa lalu adalah masa lalu. Pada akhirnya kita harus berterima kasih untuk orang-orang yang Tuhan kirimkan dalam hidup agar kita dapat belajar dari mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar