Soal terakhir berbunyi: mengapa kita berempati pada orang lain?
Jawabannya beragam, namun ada satu jawaban yang mengusikku
Jawabannya beragam, namun ada satu jawaban yang mengusikku
"karena Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan empatinya pada kita."
Aku ingin bertanya lebih lanjut: "kapan?"
Aku ingin bertanya lebih lanjut: "kapan?"
Ah.. pertanyaan yang bodoh
Aku ini guru agama, masa gak tahu?
Dan bertanya pada anak kelas 2? yang benar saja...
Aku urungkan niatku, memilih merenungkan kalimat tersebut
Benarkah demikian? Pada saat mana ia berempati padaku?
Apakah ia juga merasakan betapa hatiku merana?
Apakah ia juga merasakan betapa hatiku merana?
Apakah ia juga terluka saat aku terluka?
Lalu, apa yang telah, dan akan Ia lakukan?
Lalu, apa yang telah, dan akan Ia lakukan?
Menonton? mungkin...
Aku gak punya ide lain
Aku bertanya-tanya: kenapa Ia justru membuat keadaan jauh lebih rumit disaat aku benar-benar ingin mempercayainya kembali?
Philip Yancey bilang: keraguanlah yang justru membuat ia bertahan pada kepercayaannya terhadap orang ini. Namun aku belum melihat kalimat ini bekerja banyak padaku selain bahwa aku masih membaca Alkitab, membaca buku2 teologi dan tidak berdoa
Orang ini yang dulu kusebut sahabat,
Seseorang yang tanpa ragu-ragu aku pilih
Membuang semua mimpi di bidang lain saat aku memutuskan memberikan seluruh hidupku untuk hidup bersama dia.
Aku ingat betapa dulu aku sangat antusias memilih jalan ini
Betapa bangga orang tuaku melihatku memilih dia
Namun, setelah tahun-tahun berlalu
Aku ragu, apakah ini pilihan yang tepat?
Ia tiba-tiba saja berubah menjadi sahabat yang demikian menyebalkan, yang sulit dipahami, yang penuh kejutan, dan yang jarang mau menjelaskan alasan dibalik setiap hal yang telah ia buat.
Aku putus asa padanya,
Sahabatku ini, aku tidak tahu dimana letak kesalahan hubungan kami,
aku harus mengalah lagi, mungkin aku yang tidak pernah tuntas memahaminya
kami memang berbeda, ia senang memberiku kejutan bahkan disaat aku tidak senang menerima kejutan
Ia senang menguji kesetiaan dan kesabaranku sedangkan aku paling tidak suka diuji
Ia bahkan tak segan-segan memustuskan sesuatu bahkan sebelum bertanya padaku apalagi meminta persetujuanku,
Ia senang melakukan semuanya sepihak, lalu saat semua berjalan tidak sesuai rencana dan harapanku, ia memintaku untuk mempercayainya
Ia menjadi sangat menyebalkan ketika aku bertanya banyak hal namun tak satu pun yang dijawabnya meski ia punya semua jawabannya
Sungguh, sahabatku ini lebih banyak menyebalkan akhir-akhir ini
Namun ada sebuah kenyataan yang entah harus disambut gembira atau sedih bahwa aku tidak dapat pergi darinya, tepatnya bahwa ia tidak dapat menjauh dariku
Sebenarnya aku tidak benar-benar memiliki seorang sahabat yang lebih baik dari dia
hanya dia satu-satunya yang kumiliki
meski ia banyak membuatku marah, ia satu-satunya yang paling bisa kuandalkan di saat-saat tergenting di hidupku
kami sedang marahan
kami ah tidak lebih tepatnya aku yang sedang menata perasaan
ia sedang menyiapkan kejutan,
lagi-lagi aku gak suka kejutan
tapi ia sahabatku
pemberian sahabat tak boleh ditolak, kan?
semoga kami, eh tidak, salah, semoga aku lekas menemukan jalan berbaikan dengannya
dan sahabatku ini sedang menatapku menulis, menonton di sampingku
mungkin ia tersenyum, ah.. aku sungguh tak peduli,
tunggulah sampai kita berbaikan
aku hanya ingin memarahimu sekali ini lagiii
cobalah membuat hal ini jauh lebih mudah
bantu aku menemukan jalan pulang padamu, sahabatku...
sahabatmu,
edww
dan sahabatku ini sedang menatapku menulis, menonton di sampingku
mungkin ia tersenyum, ah.. aku sungguh tak peduli,
tunggulah sampai kita berbaikan
aku hanya ingin memarahimu sekali ini lagiii
cobalah membuat hal ini jauh lebih mudah
bantu aku menemukan jalan pulang padamu, sahabatku...
sahabatmu,
edww
Tidak ada komentar:
Posting Komentar