Senin, 12 Agustus 2013

GEREJA MENURUT PERJANJIAN BARU

 Tulisan berikut merupakan tugas laporan bacaan dari buku Gereja Menurut Perjanjian Baru karangan Tom Jacobs dkk (Jacobs, Tom dkk. 1992. Gereja Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta : Kanisius. 157 halaman) dalam mata kuliah Eklesiologi. Saya hanya berusaha mengkaji dan membahasakan ulang ide-ide pokok dalam buku ini sesuai kepentingan saya dalam membuat laporan bacaan. Semoga bermanfaat ^_^

Identitas buku
Jacobs, Tom dkk. 1992. Gereja Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta : Kanisius. 157 halaman.
1.           Autobiografi penulis
Wim van der Weiden, MSF
            Lahir di Waalwijk, Belanda pada tahun 1936. Memasuki tarekat MSF 1954 dan belajar filsafat dan teologi di Seminari Tarekat di Belanda kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1961. 1960-1967 belajar pada Universitas Gregoriana dan Institut Biblicum di Roma kemudian Yesusalem dan Paris. 1969 meraih doctor di bidang Kitab Suci dengan disertasi tentang kitab Amsal. Dosen Kitab Suci pada Institut Filsafat dan Teologi Wedabhakti, Yogyakarta dan STFK Pradnyawidya, Yogyakarta.
Tom Jacobs, SJ
            1929 lahir di negeri Belanda. 1949 datang di Indonesia sebagai novis Serikat Yesus, 1959 ditahbiskan menjadi imam. 1966 meraih gelar Doktor teologi ada Universitas Gregoriana dan Sarjana (drs) Kitab Suci pada Institut Biblicum. Sejak 1975 dari Amerika mulai memperkenalkna “teologi proyek” di Indonesia. 1982 mulai menjabat sebagai redaktur majalah Orientasi.
I. Suharyo, Pr
Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada tanggal 9 Juli 1950 di Sedayu, daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 1968 Ignatius Suharyo mulai mengolah panggilan sebagai imam di SMA Seminari Mertoyudan (Magelang). 1976 Sarjana Filsafat/Teologi (S1) pada FKSS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta. Doktor Theologi Biblicum di Universitas Urbaniana (Roma, Italia) pada tahun 1981. Imam dalam Keuskupan Agung Semarang. Dosen tetap pengantar dan ilmu tafsir Perjanjian Baru pada Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta. Guru Besar Ilmu Theologi Univ Sanata Dharma, Yogyakarta.
St. Darmawijaya, Pr
            Lahir di Purwodadi, 11 Nopember 1935. Pendidikan formal : Sekolah Dasar Bruderan Yogyakarta dan Seminari Menengah Mertoyudan. 1963 masuk Seminari Tinggi Yogyakarta. 1963 ditahbiskan menjadi imam untuk keuskupan Agung Semarang. 1966 menyelesaikan Licentiat Teologi di Universitas Gregoriana Roma dan 1969  Licentiat Teologi Biblicum di Universitas Urbaniana. Sejak 1979 mengajar jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan pada IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta
2.           Thesis/ ide pokok
Ide pokok buku ini adalah menyajikan urutan kronologis gereja menurut Perjanjian Baru mulai dengan yang lebih dahulu sampai kepada Yohanes sebagai yang terakhir beserta pandangan ekklesiologis dari pengarang-pengarang Perjanjian Baru sehingga dapat membantu para pembaca memahami maksud dan inti kehidupan Gereja saat ini.
3.           Argumentasi penulis
Argumentasi para penulis akan dipaparkan per bab :
1)       Umat Allah dalam Perjanjian Lama (Wim van der Weiden, MSF)
            Pada bab ini Weiden menyatakan bahwa dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Konsili Vatikan II menyatakan bahwa dalam PL Gereja “dipralukiskan”, umat Allah dalam PL adalah “persiapan” dan “lambang” dari Gereja. Mendukung pernyataan ini Weiden mengemukakan beberapa pandangannya mengenai “pradilukiskannya Gereja” dalam PL.
            Pertama, dasar umat Allah dalam PL. Peristiwa sangat penting yang berkaitan erat dengan awal sejarah penyelamatan Israel adalah pembebasan dari perbudakan di Mesir, perjanjian di gunung Sinai, dan perebutan Tanah Terjanji. Melalui ketiga peristiwa inilah Yahwe memperkenalkan diriNya sebagai Allah Pembebas yang ingin menjalin suatu hubungan istimewa dengan sekolompok bekas budak. Sekelompok budak ini (Israel) menerima tawaran tersebut sehingga terjalin hubungan istimewa antara budak dengan Yahwe yang sampai pada puncak kejayaan kerajaan pada tahun 1000 SM bahkan ketika terjadi krisis besar pada abad ke-6 dimana Israel dapat dikatakan hilang. Selama periode kerajaan itulah sebutan Umat Allah identik dengan bangsa Israel.
            Kedua, gambaran umat Allah. Gambaran umat Allah dalam PL ditandai dengan perjanjian, kepemimpinan, hubungan individu-umat dan hubungan dengan bangsa lain. Perjanjian sebagai sebagai hadiah gratis dari Yahwe kepada umatNya yang harus ditanggapi oleh umat Israel dengan pengabdian vertikal terhadap Yahwe dalam ibadat dan ungkapan kasih terhadap sesama (horizontal). Kepemimpinan sebagai tanda keberpihakan Allah pada orang yang kesusahan ditandai dengan pemanggilan langsung oleh Allah terhadap Musa, Yosua, para Hakim dan Nabi dengan terlebih dahulu dibimbingNya. Pada perkembangan selanjutnya, kepemimpinan tidak lagi karismatis tetapi institusional yang terikat pada jabatan suku dan keturunan. Hubungan individu menyatakan bahwa seorang israelit menghayati hubungannya dengan Tuhan sebagai umat Allah sehingga kata “aku” dan “kami” akan memperlihatkan betapa erat hubungan antara individu dan umat. Hubungan dengan bangsa lain ditandai dengan paham monotheisme dan fanatisme. Monotheisme meyakini bahwa seluruh keturunan Abraham adalah anggota umat Allah sedangkan fanatisme selalu muncul untuk kepentingan ketahanan politik dan sebagai reaksi atas penganiyaan yang dialami.
            Ketiga, umat Allah yang baru dalam pewartaan para nabi. Melalui para nabi akan diwartakan sejumlah visi dan rencana masa depan bagi pembaharuan umatNya yang tidak lagi terbatas hanya pada bangsa Israel tetapi terhadap semua bangsa di bumi. Hal mana akan nyata pada perkembangan umat Allah dalam gereja di Perjanjian Baru.
2)       Gereja Paulus di Korintus (Tom Jacobs, SJ)
            Menurut Jakobs, Pauluslah pendiri Gereja Korintus. Di korintus Paulus bertemu dengan Priskila dan Akwila yang turut mendukung pelayanan Paulus dimana rumah mereka dijadikan tempat pertemuan jemaat. Terdapat pula Gayus yang menyediakan rumahnya sebagai tempat berkumpul. Melihat bahwa tidak mungkin semua jemaat Korintus dapat berkumpul bersama di sebuah rumah maka tentulah jemaat itu terdiri dari beberapa kelompok. Yang pada akhirnya memunculkan gagasan utama Paulus tentang gereja sebagai orang-orang yang berkumpul.
            Perayaan ekaristi. Dalam setiap perkumpulan jemaat terdapat perbedaan tempat duduk dan makan antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini yang kemudian menyebabkan perpecahan dalam jemaat sebab yang kaya akan mendapat tempat duduk yang nyaman dan makan makanan lebih banyak dari yang miskin. Paulus mencela hal ini sebab perayaan ekaristi adalah kesatuan dengan satu perjamuan bersama.
            Paulus berpendapat, kumpulan sebagai ekklesia (gereja) adalah perayaan ekaristi atau perjamuan bersama. Perayaan ekaristi tertuju pada pembentukan gereja (jemaat). Gereja selalu merupakan jemaat setempat (jemaat Korintus, jemaat Yerusalem,dll) yang mempunyai arti universal sehingga di jemaat setempat terwujudlah ‘Gereja Allah’ dengan persaudaraan sebagai prinsip kesatuan jemaat. Dengan menjadi satu saudara ‘dalam Kristus’ maka jemaat dapat saling meneguhkan dan menguatkan iman. Persatuan ini menyatakan bahwa paham gereja menurut Paulus adalah “tubuh Kristus” dimana jemaat adalah anggota dengan fungsinya masing-masing (rasul, nabi, pengajar, pimpinan dan jemaat yang juga menerima karunia Roh)
3)       Dari Gereja Lokal ke Gereja Universal
Pertama-tama perlu dipahami bahwa pokok pewartaan Paulus adalah Kristus bukan ekklesia. Baru pada Pasca Paulus tema Gereja menjadi sangat sentral.
Ø  Jemaat Filipi
            Terhadap jemaat Filipi tidak terdapat penekan Paulus mengenai gereja dan organisasinya. Pokok penekanannya tetap Kristus. Hanya nasehat konkret yang disampaikan kepada jemaat ini untuk tetap hidup di dalam Kristus meskipun terdapat kesulitan-kesulitan yang dialami. Wanita memiliki peranan penting dalam jemaat di Filipi.
Ø  Jemaat Efesus/Kolose
            Titik pangkal Teologi Efesus ialah gereja, sebuah gereja universal, yakni persatuan antara orang Yahudi dan Yunani. Gereja adalah tempat orang diselamatkan. Ekklesia Ef dan Kol menggunakan istilah “tubuh Kristus” dimana Kristus sebagai Kepala yang dariNya tubuh menerima pertumbuhan IlahiNya. Rasul, nabi, pengajar, pemberita injil dan gembala merupakan orang yang dipilih sendiri oleh Kristus untuk mendampingi jemaatNya.
            Paham Gereja dalam Ef berbeda dengan paham Gereja menurut Paulus. Paham berada “dalam Kristus” oleh Paulus kini menjadi “dalam Gereja” oleh Ef sehingga gereja bukan lagi merupakan kumpulan orang percaya kepada Kristus tetapi Gereja menjadi Kristus itu sendiri.
            Ef dan Kol sangat menekankan soal kesucian gereja dan fungsi penyelamatan gereja. Kolose yang dipengaruhi oleh filsafat orang Kolose yang bersifat kebatinan (kosmis). Sedangkan budaya Efesus yang merupakan kota kafir dimana terdapat Dewi Diana yang dipuja oleh warga Efesus sehingga ketika bersinggungan dengan tradisi Kristiani terjadi inkulturasi : iman kristiani dalam budaya Asia.
4)       Gambaran Gereja dalam tulisan Lukas : Injil & Kisah Para Rasul (I. Suharyo, Pr)
            Kisah Para Rasul merupakan teologi Lukas bukan laporan peristiwa. Ditulis dalam terang imannya sebagai orang Kristen yang hidup dalam perkembangan Gereja. Terdapat skema geografis dari dua tulisan Lukas : injil mulai dari Galilea (Luk 3) berakhir di Yerusalem (Luk 24) dan Kisah Para Rasul mulai dari Yerusalem (Kis 1) dan berakhir di Roma.
            Jemaat kristen pertama kali berdiri di Yerusalem setelah hari pentakosta dimana para murid diurapi oleh Roh Kudus sehingga memiliki keberanian untuk mewartakan injil. 12 rasul menjadi satu dewan dengan posisi Petrus menduduki kedudukan utama yang memimpin, mengambil keputusan dan memerintah. Setelah para rasul meninggal maka kedudukan mereka digantikan oleh penatua yang dipimpin oleh Yakobus saudara Yesus.
            Perkembangan awal kekristenan sangat pesat, banyak orang bertobat dan percaya. akan tetapi di tengah pertambahan anggota jemaat yang banyak penganiayaan terhadap jemaat pun terjadi. Stefanus merupakan jemaat pertama yang  dibunuh. Namun justru dalam keadaan seperti inilah injil semakin disebarkan di seluruh bumi melalui jemaat yang melarikan diri dan oleh perjalanan misi yang dilakukan Paulus.
            Antiokhia merupakan lahan subur bagi perkembangan gereja. Di tempat inilah untuk pertama kalinya murid-murid disebut kristen. Dari Antiokhialah juga Paulus memulai perjalanan misinya yang pertama. Demikianlah dalam 3 kali perjalanan misisnya Paulus mendirikan jemaat-jemaat kecil di tempat dimana ia diterima.
            Dalam tulisannya Lukas menekankan bahwa Rohlah yang memimpin gereja. Jaman Yesus telah berakhir sehingga situasi yang baru ini menuntut orientasi yang baru pula yang akan dibimbing oleh Roh Kudus.
            Beberapa segi kehidupan gereja yang ditampilkan Lukas : pertama, gereja yang mengikuti jalan Tuhan. Gereja dipanggil untuk berjalan bersama-sama dengan Kristus memikul salibnya dalam pengharapan memperoleh kemuliaan. Kedua, tobat, kesediaan untuk bertobat (pembalikan hisup yang menyeluruh) menunjukkan kualitas hidup orang kristen. Ketiga, ketekunan dan keberanian, sekalipun keselamatan merupakan anugerah tetapi ketekunan dan keberanian juga diperlukan untuk tetap memberitakan firman Tuhan meskipun dianiaya. Keempat, siap siaga, gereja perlu selalu siap untuk menghadapi masa-masa sulit dan godaan-godaan iblis untuk menjadi berubah setia. Kelima, doa, kekuatan dalam menghadapi pencobaan. Doa menandakan ada penyerahan diri yang utuh kepada Allah. Doa mewarnai perjalanan hidup gereja. Keenam, kegembiraan, seperti pada kehidupan awal gereja. Ketujuh, kemiskinan, meninggalkan segala hal ke arah pembebasan diri agar dapat menjadikan diri siap dan bebas bagi orang lain yang membutuhkan pelayanan. Segi-segi kehidupan ini menuntut suatu panggilan : “hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36).
5)       Gambaran Gereja dalam Injil Matius (I. Suharyo, Pr)
            Injil Matius adalah injil gerejawi karena secara jelas Matius menggunakan kata ekklesia dalam injilnya. Gambaran gereja yang ditampilkan juga cukup jelas. Matius menulis injilnya dengan gambaran gereja pada jamannya sehingga dapat dilihat bahwa pihak-pihak yang berada di balik peristiwa-peristiwa yang ditampilkan Matius dalam injilnya adalah jemaat pada jamannya. Karena injil ini muncul dalam gereja dan ditulis untuk gereja maka dengan membaca injil kita dapat memperoleh gambaran tentang Gereja Matius.
            Gereja Matius dapat disebut sebagai Israel sejati karena dibangun di atas dasar yang baru yang terdiri dari orang-orang Yahudi yang menjadi Kristen dan orang-orang kafir yang bertobat. Gagasan Matius ini oleh Suharyo dapat diuraikan berdasarkan beberapa hal : pertama, bahwa gereja kristen ini bercirikan yahudi, artinya pembaharuan Hukum Taurat dalam Yesus Kristus. Misalnya sedekah, doa dan puasa dilakukan tidak untuk memperoleh pujian dan bahwa ibadah adalah kasih. Sebab ibadah yang sejati adalah ketika orang berdamai satu sama lain. Kedua, gereja berhadapan dengan Yudaisme resmi. Akibat penghancuran Yerusalem tahun 70 M orang-orang kristen melarikan diri ke Jamnia. Di tempat inilah ditetapkan kanon Kitab Suci. Orang kristen tidak diterima lagi dalam ibadat Yahudi di sinagoge sehingga reaksi atas sikap ini Matius menulis injilnya polemis dan apologetik. Akan tetapi cita-cita utama Matius adalah untuk membangun dan memperkembangkan diri sebagai gereja Kristus yang dituntut untuk mengasihi musuh termasuk di dalamnya orang Yahudi.
            Secara umum bahwa Matius menulis injilnya berdasarkan apa yang dialami dan dirasakan jemaat pada jamannya sehingga tulisannya ini diarahkan pada reaksi atas apa yang dialami. Gereja Matius adalah gereja yang berjuang untuk tetap bertahan, gereja yang berusaha meningkatkan hidup moralnya, gereja yang sadar bahwa harus menyonsong masa depannya dengan mengorganisasi diri dan selalu memperbaharui diri menjadi gereja bagi dunia.
6)       Ekklesiologi Yohanes (St. Darmawijaya, Pr)
            Satu masalah kecil dalam injil Yohanes adalah karena dalam tulisannya, Yohanes tidak menggunakan kata ekklesia. Kata ini hanya dipakai untuk menunjuk kepada kelompok yang ditentang oleh penulis. Kata Kerajaan Allah yang sering dipakai penulis injil sinoptik untuk menunjuk kepada umat yang baru juga jarang ditemukan dalam Yohanes, bahkan kata rasul yang terdapat dalam tulisan ini merujuk pada istilah yang tidak lazim dalam PB. Kenyataan ini membuat Darmawijaya menarik kesimpulan bahwa kelompok Yohanes berbeda dari kelompok-kelompok yang lain.
Ø  Soal sekte
            Kelompok Yohanes dikatakan sebagai sekte karena kelompok Yohanes berlawanan dengan orang Yahudi dan dengan orang kristen. Alasan lain adalah ketika ciri-ciri kelompok ini dilihat berdasarkan ciri-ciri sebuah sekte terlihat ada kemiripan. Selain juga juga karena beberapa alasan lain lagi: injil Yoh cepat diterima dalam lingkungan gnostik, menimbulkan kecurigaan bahwa injil Yoh sedikit banyak bersifat gnostik, bersifat kristologis sehingga dianggap terlalu radikal, anti sacramental, sifat anti-ekklesial karena tidak menggunakan kata ekklesia. Tetapi semua argumen ini bukan merupakan argumen yang kuat sehingga tidak dapat diterima.
Ø  Sejarah penulisan
            Tahap pertama, kira-kira dimulai pada tahun 70 ketika kelompok Yoh disingkirkan dari sinagoge karena memproklamasikan Yesus sebagai Kyrios. Kemungkinan awal penulisannya mencakup diskusi-diskusi dengan para pemimpin Yahudi zaman itu.
            Tahap kedua, injil ditulis (kabur), sekitar tahun 90. Pengusiran umat Tuhan dari sinanoge sudah terjadi sedangkan penganiyaan masih terus berjalan. Pada masa inilah kristologi atas dan kristologi bawah mulai dekembangkan.
            Tahap ketiga, surat-surat. Sekitar tahun 100 kelompok Yohanes terpecah-pecah karena alasan perbedaan pandangan dalam hal kristologi, etika, eskatologi, dan pneumatologi. Ketakutan dan pesismisme penulis surat-surat memperlihatkan bahwa kaum penyingkir berhasil menggaet banyak anggota sehingga penulis surat berusaha meyakinkan para pengikutnya supaya tidak terpengaruh dan berpindah.
            Tahap keempat, sesudah tulisan Yohanes. Akibat perpecahannyangb terjadi dalam kelompok Yoh maka bermunculanlah sekte-sekte seperti montanisme, gnostisisme, cerintianisme, doketisme. Inilah sebabnya injil Yoh lebih dahulu dikenal oleh kalangan heretic daripada kaum ortodoks. Akan tetapi ketika akhirnya surat-surat Yoh dipakai di kalangan ortodoks sebagai penuntun yang benar untuk menafsirkan injil maka injil Yoh pun diterima dan masuk dalam Kanon Gereja.
            Ciri utama gereja Yoh adalah gereja orang beriman yang terlibat pada iman akan Yesus Kristus. Penekanannya ada pada iman itu. Orang hanya dapat menjadi anggota Gereja dalam arti yang sesungguhnya jika hidup dari iman.
            Sebagai refleksi atas injil Yohanes maka gereja besar sadar atau tidak memiliki hidup dalam ketegangan, gereja tidak hanya memilih Yesus yang hanya manusia atau Allah tetapi memilih keduanya. Gereja tidak memilih Yesus yang yang lahir dari perawan Maria atau yang ada sebelum segala abad sebagai Anak Allah tetapi memilih keduanya. Gereja tidak memilih antara Roh yang memberi wibawa bagi pejabat-pejabat bagi kehidupan gereja atau Roh yang dicurahkan atas semua anggota gereja tetapi memilih keduanya. Tegangan ini tidak mudah untuk diterima dalam kehidupan sehari-hari.
4.        Kesimpulan dari penulis
            Masing-masing penulis PB menggambarkan gereja menurut pengalaman iman, pengalaman komunitas, dan pengalaman gerejanya. Tulisan-tulisan ini sedikit banyak berangkat dari pemahaman akan bangsa Israel sebagai umat Allah dalam PL. Tulisan-tulisan ini oleh penulis muncul sebagai reaksi atas peristiwa yang dialami kelompok dan gerejanya. Bahwa setiap kelompok/gereja mengalami dinamika kelompok/gerejanya masing-masing yang menghantarkan pada refleksi pada teologi yang dibangun masing-masing penulis.
5.        Penilaian  terhadap ide-ide penulis
Ø   Positif
Penafsiran yang dilakukan penulis dalam memaparkan gagasan masing-masing pengarang kitab PB memberikan sumbangan pemikiran yang baru mengenai gereja. Keberagaman konsep yang ditawarkan oleh penulis kitab PB mampu dikemas oleh penulis buku ini sehingga pembaca dapat menikmati sebuah tulisan lengkap mengenai dinamika perkembangan gereja dalam PB. 
Ø   Negatif
Kepentingan gagasan yang harus diangkat penulis untuk mendukung argumentasinya menyebabkan apa yang ditarik keluar dari kitab PB hanyalah hal-hal yang bersangkutan dengan gagasan yang ingin dikemukakan sehingga hal-hal lain yang sekiranya juga memiliki kaitan erat tetapi tidak merupakan hal penting bagi penulis tidak dihiraukan. Padahal mungkin hal-hal tersebut mengungkapkan hal yang bertentangan dengan apa yang diungkap oleh penulis buku ini.
6.        Sumbangan pemikiran terhadap konteks kita
Ø    Menambah referensi pembaca masa kini mengenai ‘sejarah’ dan keberagaman gereja dalam PB
Ø    Gereja-gereja kita saat ini dapat berefleksi dan semakin memahami maksud dan inti kehidupan gerejanya saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar