Tulisan
berikut merupakan tugas laporan bacaan dari buku Gereja Menurut Perjanjian Baru karangan Tom Jacobs dkk (Jacobs, Tom dkk. 1992. Gereja Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta
: Kanisius. 157 halaman) dalam mata kuliah Eklesiologi. Saya hanya berusaha mengkaji
dan membahasakan ulang ide-ide pokok dalam buku ini sesuai kepentingan saya dalam
membuat laporan bacaan. Semoga bermanfaat ^_^
Identitas buku
Jacobs,
Tom dkk. 1992. Gereja Menurut Perjanjian
Baru. Yogyakarta : Kanisius. 157 halaman.
1.
Autobiografi penulis
Wim van der Weiden, MSF
Lahir di Waalwijk, Belanda pada tahun 1936. Memasuki tarekat
MSF 1954 dan belajar filsafat dan teologi di Seminari Tarekat di Belanda
kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1961. 1960-1967 belajar pada
Universitas Gregoriana dan Institut Biblicum di Roma kemudian Yesusalem dan
Paris. 1969 meraih doctor di bidang Kitab Suci dengan disertasi tentang kitab
Amsal. Dosen Kitab Suci pada Institut Filsafat dan Teologi Wedabhakti,
Yogyakarta dan STFK Pradnyawidya, Yogyakarta.
Tom Jacobs, SJ
1929 lahir
di negeri Belanda. 1949 datang di Indonesia sebagai novis Serikat Yesus, 1959
ditahbiskan menjadi imam. 1966 meraih gelar Doktor teologi ada Universitas
Gregoriana dan Sarjana (drs) Kitab Suci pada Institut Biblicum. Sejak 1975 dari
Amerika mulai memperkenalkna “teologi proyek” di Indonesia. 1982 mulai menjabat
sebagai redaktur majalah Orientasi.
I. Suharyo, Pr
Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada tanggal 9
Juli 1950 di Sedayu, daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 1968 Ignatius
Suharyo mulai mengolah panggilan sebagai imam di SMA Seminari Mertoyudan
(Magelang). 1976 Sarjana Filsafat/Teologi (S1) pada FKSS IKIP Sanata Dharma,
Yogyakarta. Doktor Theologi Biblicum di Universitas Urbaniana (Roma, Italia)
pada tahun 1981. Imam dalam Keuskupan Agung Semarang. Dosen tetap pengantar dan
ilmu tafsir Perjanjian Baru pada Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta. Guru
Besar Ilmu Theologi Univ Sanata Dharma, Yogyakarta.
St. Darmawijaya, Pr
Lahir di
Purwodadi, 11 Nopember 1935. Pendidikan formal : Sekolah Dasar Bruderan
Yogyakarta dan Seminari Menengah Mertoyudan. 1963 masuk Seminari Tinggi
Yogyakarta. 1963 ditahbiskan menjadi imam untuk keuskupan Agung Semarang. 1966
menyelesaikan Licentiat Teologi di Universitas Gregoriana Roma dan 1969 Licentiat Teologi Biblicum di Universitas
Urbaniana. Sejak 1979 mengajar jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan pada IKIP
Sanata Dharma, Yogyakarta
2.
Thesis/ ide pokok
Ide pokok buku ini adalah menyajikan urutan kronologis
gereja menurut Perjanjian Baru mulai dengan yang lebih dahulu sampai kepada
Yohanes sebagai yang terakhir beserta pandangan ekklesiologis dari
pengarang-pengarang Perjanjian Baru sehingga dapat membantu para pembaca
memahami maksud dan inti kehidupan Gereja saat ini.
3.
Argumentasi penulis
Argumentasi
para penulis akan dipaparkan per bab :
1)
Umat Allah dalam Perjanjian
Lama (Wim van der Weiden, MSF)
Pada bab
ini Weiden menyatakan bahwa dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Konsili
Vatikan II menyatakan bahwa dalam PL Gereja “dipralukiskan”, umat Allah dalam
PL adalah “persiapan” dan “lambang” dari Gereja. Mendukung pernyataan ini
Weiden mengemukakan beberapa pandangannya mengenai “pradilukiskannya Gereja”
dalam PL.
Pertama, dasar umat Allah dalam PL. Peristiwa
sangat penting yang berkaitan erat dengan awal sejarah penyelamatan Israel
adalah pembebasan dari perbudakan di Mesir, perjanjian di gunung Sinai, dan
perebutan Tanah Terjanji. Melalui ketiga peristiwa inilah Yahwe memperkenalkan
diriNya sebagai Allah Pembebas yang ingin menjalin suatu hubungan istimewa
dengan sekolompok bekas budak. Sekelompok budak ini (Israel) menerima tawaran
tersebut sehingga terjalin hubungan istimewa antara budak dengan Yahwe yang
sampai pada puncak kejayaan kerajaan pada tahun 1000 SM bahkan ketika terjadi
krisis besar pada abad ke-6 dimana Israel dapat dikatakan hilang. Selama
periode kerajaan itulah sebutan Umat Allah identik dengan bangsa Israel.
Kedua, gambaran umat Allah. Gambaran umat Allah dalam PL ditandai
dengan perjanjian, kepemimpinan, hubungan individu-umat dan hubungan dengan
bangsa lain. Perjanjian sebagai sebagai hadiah gratis dari Yahwe kepada umatNya
yang harus ditanggapi oleh umat Israel dengan pengabdian vertikal terhadap
Yahwe dalam ibadat dan ungkapan kasih terhadap sesama (horizontal). Kepemimpinan
sebagai tanda keberpihakan Allah pada orang yang kesusahan ditandai dengan
pemanggilan langsung oleh Allah terhadap Musa, Yosua, para Hakim dan Nabi
dengan terlebih dahulu dibimbingNya. Pada perkembangan selanjutnya,
kepemimpinan tidak lagi karismatis tetapi institusional yang terikat pada
jabatan suku dan keturunan. Hubungan individu menyatakan bahwa seorang israelit
menghayati hubungannya dengan Tuhan sebagai umat Allah sehingga kata “aku” dan
“kami” akan memperlihatkan betapa erat hubungan antara individu dan umat.
Hubungan dengan bangsa lain ditandai dengan paham monotheisme dan fanatisme.
Monotheisme meyakini bahwa seluruh keturunan Abraham adalah anggota umat Allah
sedangkan fanatisme selalu muncul untuk kepentingan ketahanan politik dan
sebagai reaksi atas penganiyaan yang dialami.
Ketiga, umat Allah yang baru dalam pewartaan para nabi. Melalui
para nabi akan diwartakan sejumlah visi dan rencana masa depan bagi pembaharuan
umatNya yang tidak lagi terbatas hanya pada bangsa Israel tetapi terhadap semua
bangsa di bumi. Hal mana akan nyata pada perkembangan umat Allah dalam gereja
di Perjanjian Baru.
2)
Gereja Paulus di Korintus (Tom
Jacobs, SJ)
Menurut Jakobs, Pauluslah pendiri
Gereja Korintus. Di korintus Paulus bertemu dengan Priskila dan Akwila yang turut
mendukung pelayanan Paulus dimana rumah mereka dijadikan tempat pertemuan
jemaat. Terdapat pula Gayus yang menyediakan rumahnya sebagai tempat berkumpul.
Melihat bahwa tidak mungkin semua jemaat Korintus dapat berkumpul bersama di
sebuah rumah maka tentulah jemaat itu terdiri dari beberapa kelompok. Yang pada
akhirnya memunculkan gagasan utama Paulus tentang gereja sebagai orang-orang
yang berkumpul.
Perayaan
ekaristi. Dalam setiap perkumpulan jemaat terdapat perbedaan tempat duduk
dan makan antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini yang kemudian menyebabkan
perpecahan dalam jemaat sebab yang kaya akan mendapat tempat duduk yang nyaman
dan makan makanan lebih banyak dari yang miskin. Paulus mencela hal ini sebab
perayaan ekaristi adalah kesatuan dengan satu perjamuan bersama.
Paulus berpendapat, kumpulan sebagai
ekklesia (gereja) adalah perayaan ekaristi atau perjamuan bersama. Perayaan
ekaristi tertuju pada pembentukan gereja (jemaat). Gereja selalu merupakan
jemaat setempat (jemaat Korintus, jemaat Yerusalem,dll) yang mempunyai arti
universal sehingga di jemaat setempat terwujudlah ‘Gereja Allah’ dengan
persaudaraan sebagai prinsip kesatuan jemaat. Dengan menjadi satu saudara
‘dalam Kristus’ maka jemaat dapat saling meneguhkan dan menguatkan iman.
Persatuan ini menyatakan bahwa paham gereja menurut Paulus adalah “tubuh
Kristus” dimana jemaat adalah anggota dengan fungsinya masing-masing (rasul,
nabi, pengajar, pimpinan dan jemaat yang juga menerima karunia Roh)
3)
Dari Gereja Lokal ke Gereja
Universal
Pertama-tama
perlu dipahami bahwa pokok pewartaan Paulus adalah Kristus bukan ekklesia. Baru
pada Pasca Paulus tema Gereja menjadi sangat sentral.
Ø Jemaat Filipi
Terhadap
jemaat Filipi tidak terdapat penekan Paulus mengenai gereja dan organisasinya.
Pokok penekanannya tetap Kristus. Hanya nasehat konkret yang disampaikan kepada
jemaat ini untuk tetap hidup di dalam Kristus meskipun terdapat
kesulitan-kesulitan yang dialami. Wanita memiliki peranan penting dalam jemaat
di Filipi.
Ø Jemaat Efesus/Kolose
Titik pangkal Teologi Efesus ialah
gereja, sebuah gereja universal, yakni persatuan antara orang Yahudi dan
Yunani. Gereja adalah tempat orang diselamatkan. Ekklesia Ef dan Kol
menggunakan istilah “tubuh Kristus” dimana Kristus sebagai Kepala yang dariNya
tubuh menerima pertumbuhan IlahiNya. Rasul, nabi, pengajar, pemberita injil dan
gembala merupakan orang yang dipilih sendiri oleh Kristus untuk mendampingi
jemaatNya.
Paham Gereja dalam Ef berbeda dengan
paham Gereja menurut Paulus. Paham berada “dalam Kristus” oleh Paulus kini menjadi
“dalam Gereja” oleh Ef sehingga gereja bukan lagi merupakan kumpulan orang
percaya kepada Kristus tetapi Gereja menjadi Kristus itu sendiri.
Ef dan Kol sangat menekankan soal
kesucian gereja dan fungsi penyelamatan gereja. Kolose yang dipengaruhi oleh
filsafat orang Kolose yang bersifat kebatinan (kosmis). Sedangkan budaya Efesus
yang merupakan kota kafir dimana terdapat Dewi Diana yang dipuja oleh warga
Efesus sehingga ketika bersinggungan dengan tradisi Kristiani terjadi inkulturasi : iman kristiani dalam
budaya Asia.
4)
Gambaran Gereja dalam
tulisan Lukas : Injil & Kisah Para Rasul (I. Suharyo, Pr)
Kisah Para
Rasul merupakan teologi Lukas bukan laporan peristiwa. Ditulis dalam terang
imannya sebagai orang Kristen yang hidup dalam perkembangan Gereja. Terdapat
skema geografis dari dua tulisan Lukas : injil mulai dari Galilea (Luk 3)
berakhir di Yerusalem (Luk 24) dan Kisah Para Rasul mulai dari Yerusalem (Kis
1) dan berakhir di Roma.
Jemaat
kristen pertama kali berdiri di Yerusalem setelah hari pentakosta dimana para
murid diurapi oleh Roh Kudus sehingga memiliki keberanian untuk mewartakan
injil. 12 rasul menjadi satu dewan dengan
posisi Petrus menduduki kedudukan utama yang memimpin, mengambil keputusan dan
memerintah. Setelah para rasul meninggal maka kedudukan mereka digantikan oleh
penatua yang dipimpin oleh Yakobus saudara Yesus.
Perkembangan
awal kekristenan sangat pesat, banyak orang bertobat dan percaya. akan tetapi
di tengah pertambahan anggota jemaat yang banyak penganiayaan terhadap jemaat pun
terjadi. Stefanus merupakan jemaat pertama yang
dibunuh. Namun justru dalam keadaan seperti inilah injil semakin
disebarkan di seluruh bumi melalui jemaat yang melarikan diri dan oleh perjalanan
misi yang dilakukan Paulus.
Antiokhia
merupakan lahan subur bagi perkembangan gereja. Di tempat inilah untuk pertama
kalinya murid-murid disebut kristen. Dari Antiokhialah juga Paulus memulai
perjalanan misinya yang pertama. Demikianlah dalam 3 kali perjalanan misisnya
Paulus mendirikan jemaat-jemaat kecil di tempat dimana ia diterima.
Dalam
tulisannya Lukas menekankan bahwa Rohlah yang memimpin gereja. Jaman Yesus
telah berakhir sehingga situasi yang baru ini menuntut orientasi yang baru pula
yang akan dibimbing oleh Roh Kudus.
Beberapa segi kehidupan gereja yang
ditampilkan Lukas : pertama, gereja
yang mengikuti jalan Tuhan. Gereja dipanggil untuk berjalan bersama-sama dengan
Kristus memikul salibnya dalam pengharapan memperoleh kemuliaan. Kedua, tobat, kesediaan untuk bertobat
(pembalikan hisup yang menyeluruh) menunjukkan kualitas hidup orang kristen. Ketiga, ketekunan dan keberanian,
sekalipun keselamatan merupakan anugerah tetapi ketekunan dan keberanian juga
diperlukan untuk tetap memberitakan firman Tuhan meskipun dianiaya. Keempat, siap siaga, gereja perlu selalu
siap untuk menghadapi masa-masa sulit dan godaan-godaan iblis untuk menjadi
berubah setia. Kelima, doa, kekuatan
dalam menghadapi pencobaan. Doa menandakan ada penyerahan diri yang utuh kepada
Allah. Doa mewarnai perjalanan hidup gereja. Keenam, kegembiraan, seperti pada kehidupan awal gereja. Ketujuh, kemiskinan, meninggalkan segala
hal ke arah pembebasan diri agar dapat menjadikan diri siap dan bebas bagi
orang lain yang membutuhkan pelayanan. Segi-segi kehidupan ini menuntut suatu
panggilan : “hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati”
(Luk 6:36).
5)
Gambaran Gereja dalam Injil
Matius (I. Suharyo, Pr)
Injil Matius adalah injil gerejawi
karena secara jelas Matius menggunakan kata ekklesia dalam injilnya. Gambaran
gereja yang ditampilkan juga cukup jelas. Matius menulis injilnya dengan
gambaran gereja pada jamannya sehingga dapat dilihat bahwa pihak-pihak yang
berada di balik peristiwa-peristiwa yang ditampilkan Matius dalam injilnya
adalah jemaat pada jamannya. Karena injil ini muncul dalam gereja dan ditulis
untuk gereja maka dengan membaca injil kita dapat memperoleh gambaran tentang Gereja
Matius.
Gereja Matius dapat disebut sebagai
Israel sejati karena dibangun di atas dasar yang baru yang terdiri dari
orang-orang Yahudi yang menjadi Kristen dan orang-orang kafir yang bertobat.
Gagasan Matius ini oleh Suharyo dapat diuraikan berdasarkan beberapa hal : pertama, bahwa gereja kristen ini
bercirikan yahudi, artinya pembaharuan Hukum Taurat dalam Yesus Kristus.
Misalnya sedekah, doa dan puasa dilakukan tidak untuk memperoleh pujian dan
bahwa ibadah adalah kasih. Sebab ibadah yang sejati adalah ketika orang
berdamai satu sama lain. Kedua, gereja
berhadapan dengan Yudaisme resmi. Akibat penghancuran Yerusalem tahun 70 M
orang-orang kristen melarikan diri ke Jamnia. Di tempat inilah ditetapkan kanon
Kitab Suci. Orang kristen tidak diterima lagi dalam ibadat Yahudi di sinagoge
sehingga reaksi atas sikap ini Matius menulis injilnya polemis dan apologetik. Akan
tetapi cita-cita utama Matius adalah untuk membangun dan memperkembangkan diri
sebagai gereja Kristus yang dituntut untuk mengasihi musuh termasuk di dalamnya
orang Yahudi.
Secara umum bahwa Matius menulis
injilnya berdasarkan apa yang dialami dan dirasakan jemaat pada jamannya
sehingga tulisannya ini diarahkan pada reaksi atas apa yang dialami. Gereja
Matius adalah gereja yang berjuang untuk tetap bertahan, gereja yang berusaha
meningkatkan hidup moralnya, gereja yang sadar bahwa harus menyonsong masa
depannya dengan mengorganisasi diri dan selalu memperbaharui diri menjadi gereja bagi dunia.
6)
Ekklesiologi Yohanes (St.
Darmawijaya, Pr)
Satu masalah kecil dalam injil Yohanes
adalah karena dalam tulisannya, Yohanes tidak menggunakan kata ekklesia. Kata
ini hanya dipakai untuk menunjuk kepada kelompok yang ditentang oleh penulis. Kata
Kerajaan Allah yang sering dipakai penulis injil sinoptik untuk menunjuk kepada
umat yang baru juga jarang ditemukan dalam Yohanes, bahkan kata rasul yang
terdapat dalam tulisan ini merujuk pada istilah yang tidak lazim dalam PB.
Kenyataan ini membuat Darmawijaya menarik kesimpulan bahwa kelompok Yohanes
berbeda dari kelompok-kelompok yang lain.
Ø Soal sekte
Kelompok Yohanes dikatakan sebagai
sekte karena kelompok Yohanes berlawanan dengan orang Yahudi dan dengan orang
kristen. Alasan lain adalah ketika ciri-ciri kelompok ini dilihat berdasarkan
ciri-ciri sebuah sekte terlihat ada kemiripan. Selain juga juga karena beberapa
alasan lain lagi: injil Yoh cepat diterima dalam lingkungan gnostik,
menimbulkan kecurigaan bahwa injil Yoh sedikit banyak bersifat gnostik,
bersifat kristologis sehingga dianggap terlalu radikal, anti sacramental, sifat
anti-ekklesial karena tidak menggunakan kata ekklesia. Tetapi semua argumen ini
bukan merupakan argumen yang kuat sehingga tidak dapat diterima.
Ø Sejarah penulisan
Tahap pertama, kira-kira dimulai
pada tahun 70 ketika kelompok Yoh disingkirkan dari sinagoge karena
memproklamasikan Yesus sebagai Kyrios. Kemungkinan
awal penulisannya mencakup diskusi-diskusi dengan para pemimpin Yahudi zaman
itu.
Tahap kedua, injil ditulis (kabur),
sekitar tahun 90. Pengusiran umat Tuhan dari sinanoge sudah terjadi sedangkan
penganiyaan masih terus berjalan. Pada masa inilah kristologi atas dan
kristologi bawah mulai dekembangkan.
Tahap ketiga, surat-surat. Sekitar
tahun 100 kelompok Yohanes terpecah-pecah karena alasan perbedaan pandangan
dalam hal kristologi, etika, eskatologi, dan pneumatologi. Ketakutan dan
pesismisme penulis surat-surat memperlihatkan bahwa kaum penyingkir berhasil
menggaet banyak anggota sehingga penulis surat berusaha meyakinkan para
pengikutnya supaya tidak terpengaruh dan berpindah.
Tahap keempat, sesudah tulisan
Yohanes. Akibat perpecahannyangb terjadi dalam kelompok Yoh maka bermunculanlah
sekte-sekte seperti montanisme, gnostisisme, cerintianisme, doketisme. Inilah
sebabnya injil Yoh lebih dahulu dikenal oleh kalangan heretic daripada kaum
ortodoks. Akan tetapi ketika akhirnya surat-surat Yoh dipakai di kalangan
ortodoks sebagai penuntun yang benar untuk menafsirkan injil maka injil Yoh pun
diterima dan masuk dalam Kanon Gereja.
Ciri utama gereja Yoh adalah gereja
orang beriman yang terlibat pada iman akan Yesus Kristus. Penekanannya ada pada
iman itu. Orang hanya dapat menjadi anggota Gereja dalam arti yang sesungguhnya
jika hidup dari iman.
Sebagai refleksi atas injil Yohanes
maka gereja besar sadar atau tidak memiliki hidup dalam ketegangan, gereja
tidak hanya memilih Yesus yang hanya manusia atau Allah tetapi memilih
keduanya. Gereja tidak memilih Yesus yang yang lahir dari perawan Maria atau
yang ada sebelum segala abad sebagai Anak Allah tetapi memilih keduanya. Gereja
tidak memilih antara Roh yang memberi wibawa bagi pejabat-pejabat bagi
kehidupan gereja atau Roh yang dicurahkan atas semua anggota gereja tetapi memilih
keduanya. Tegangan ini tidak mudah untuk diterima dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Kesimpulan dari penulis
Masing-masing penulis PB
menggambarkan gereja menurut pengalaman iman, pengalaman komunitas, dan
pengalaman gerejanya. Tulisan-tulisan ini sedikit banyak berangkat dari
pemahaman akan bangsa Israel sebagai umat Allah dalam PL. Tulisan-tulisan ini
oleh penulis muncul sebagai reaksi atas peristiwa yang dialami kelompok dan
gerejanya. Bahwa setiap kelompok/gereja mengalami dinamika kelompok/gerejanya
masing-masing yang menghantarkan pada refleksi pada teologi yang dibangun
masing-masing penulis.
5.
Penilaian terhadap
ide-ide penulis
Ø Positif
Penafsiran yang dilakukan penulis dalam memaparkan gagasan
masing-masing pengarang kitab PB memberikan sumbangan pemikiran yang baru
mengenai gereja. Keberagaman konsep yang ditawarkan oleh penulis kitab PB mampu
dikemas oleh penulis buku ini sehingga pembaca dapat menikmati sebuah tulisan
lengkap mengenai dinamika perkembangan gereja dalam PB.
Ø Negatif
Kepentingan gagasan yang harus diangkat penulis untuk
mendukung argumentasinya menyebabkan apa yang ditarik keluar dari kitab PB
hanyalah hal-hal yang bersangkutan dengan gagasan yang ingin dikemukakan
sehingga hal-hal lain yang sekiranya juga memiliki kaitan erat tetapi tidak
merupakan hal penting bagi penulis tidak dihiraukan. Padahal mungkin hal-hal
tersebut mengungkapkan hal yang bertentangan dengan apa yang diungkap oleh
penulis buku ini.
6.
Sumbangan pemikiran terhadap konteks kita
Ø Menambah referensi pembaca masa kini mengenai ‘sejarah’ dan
keberagaman gereja dalam PB
Ø Gereja-gereja kita saat ini dapat berefleksi dan semakin
memahami maksud dan inti kehidupan gerejanya saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar