Senin, 12 Agustus 2013

Yesus Dalam Pandangan Orang Sumba


Tulisan ini merupakan tugas akhir mata kuliah Kristologi, hehehh masih merupakan mata kuliah yang diampuh dosen favorit saya sekaligus yang nantinya menjadi dosen pembimbing skripsi saya. Tulisan ini ditulisan sekitar awal Desember 2010. Menyenangkan memang bisa menulis sesuatu tentang kampong halamanku ^_^. Semoga bermanfaat

“Yesus bagi Orang Kristen dan Orang Marapu”
1.     Pendahuluan
            Makalah ini akan menjelaskan pandangan orang Sumba terhadap Yesus khususnya Yesus dalam balutan budaya Sumba bagi orang Kristen Sumba dan pemahaman masyarakat berkepercayaan Marapu (orang Marapu) terhadap Yesus. Pemahaman akan siapa Yesus menurut beberapa pandangan kristologi akan menjadi dasar pemikiran untuk memahami Yesus dalam kaitannya dengan pemahaman orang Sumba terhadap Yesus yang memungkinkan sebuah model pemahaman baru versi orang Sumba. Pada bagian akhir dari makalah ini akan diberikan kesimpulan Yesus dalam pandangan orang Sumba baik orang Kristen maupun orang Marapu.
2.     Batang Tubuh
            Berdasarkan hasil wawancara saya dengan ayah saya sendiri, ada 2 poin penting yang akan dikemukakan, pertama, Yesus dalam pandangan orang berkepercayaan Marapu adalah pribadi yang tidak jauh berbeda dengan Marapu. Mereka mengakui kekuasaan Yesus tetapi lebih percaya kepada Marapu, karena Marapu juga sanggup memberikan berkat kepada mereka. Tujuan penyembahan adalah kepada Ilah Tertinggi (Allah) dimana Marapu dan Yesus sebagai perantara kepada Ilah Tertinggi (Allah) tersebut sehingga yang terpenting bukan perantara tetapi tujuan kepercayaan tersebut. Kedua, Yesus dalam pandangan orang Kristen Sumba adalah Tuhan yang kaya akan budaya dan jauh lebih besar dari Marapu. Ia dapat menyesuaikan diri dengan konteks suatu masyarakat tertentu, hidup dalam kebudayaan Sumba dan menjadi Tuhan milik semua budaya. Tidak lagi sebagai Yesus orang Yahudi dan Yesus orang Barat yang diperkenalkan Injil ketika pertama kali datang ke Sumba melainkan sebagai Yesus orang Sumba, milik orang Sumba dalam balutan budaya dan adat Sumba.
            Yesus adalah seorang Yahudi yang hidup dalam tradisi Yahudi dan besar dengan tradisi ini. Ia belajar agama Yahudi sejak kecil, menguasai ilmu agama Yahudi dengan baik dan memulai pelayanannya ketika dewasa. Ia turut ambil bagian dalam kegiatan religiusYahudi. Ia pakar dalam hal keagamaan dan  memulai pelayanannya di padang gurun seperti dilakukan oleh nabi-nabi pada umumnya.
            Pengajaran-pengajaran yang disampaikan Yesus melalui ucapan dan perbuatan. Apa yang Ia sampaikan Ia dipraktekkan dengan perbuatan sehingga hal ini membedakan Yesus dari nabi-nabi yang lain. Ia memanggil sendiri murid-muridNya dan memperlengkapi mereka dengan kecakapan dan kuasa untuk memberitakan kabar baik. Yesus melayani semua orang tanpa melihat status social dan tradisi Yahudi yang amat keras terhadap orang-orang yang memiliki penyakit tertentu. Yesus melakukan tindakan pembebasan terhadap aturan-aturan agama yang mengikat dan menindas. Yang terakhir Yesus melakukan mujizat dan kemampuan Yesus melakukan mujizat ini menurut Borg adalah karena Yesus merupakan manusia Roh lintas budaya yang datang pada komunitas manusia pada saat ini.[1]
            Pelayanan yang dilakukan Yesus selalu memihak pada orang-orang yang termarginalkan dalam masyarakat, berpihak pada orang-orang yang tidak dianggap dalam masyarakat, yang dikucilkan, dan orang-orang kecil.[2] Yesus melayani keluar dari batas-batas tradisi yang ada. Tradisi tidak dapat dibenarkan apabila menghalangi orang untuk berbuat kebaikan bagi orang lain.
            Setelah disalibkan, bangkit dan naik ke Surga, komunitas Kristen perdana menghayati karya pelayanan Yesus dan memberikan gelar-gelar kepada Yesus. Gelar-gelar tersebut adalah nabi, Tuhan, Mesias, Anak Allah[3]. Dalam penghayatan ini gelar-gelar yang diberikan ini kemudian menjadi nama diri Yesus. Gelar-gelar ini sejak zaman komunitas Kristen perdana menjadi dasar berpijak kristologi bagi para pengikut Yesus maupun orang yang tertarik mengenalNya lebih dalam. Penghayatan komunitas perdana memiliki peran yang amat besar dalam menentukan dasar pijakan kristologi sebab sebagian besar data-data yang dibutuhkan untuk kepentingan kristologi ini terekam dalam penghayatan iman komunitas Kristen perdana.
            Gelar Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allahlah yang paling nyata dirasakan oleh orang Kristen masa kini dalam membangun sebuah kristologi. Gelar Tuhan yang diberikan kepada Yesus berdasarkan keempat injil mengacu pada kepentingan penulis masing-masing Injil. Matius dan Markus menyebut Yesus Tuhan karena Yesus mampu mengadakan mujizat-mujizat. Lukas menyebutNya Tuhan terkait dengan peranNya sebagai guru dan pemuka agama. Secara umum gelar Tuhan mengaitkan Yesus dengan dua perang ganda sebagai seorang Hasid (orang suci) kharismatis dan guru (orang bijak).[4] Akan tetapi dalam bahasa aram kata untuk Tuhan adalah mare yang digunakan baik untuk Tuhan maupun untuk manusia.[5] Bagaiamanapun kata Tuhan dipahami oleh orang-orang sezaman Yesus dan jemaat perdana pada awal perkembangan kekristenan, pemakaian gelar Tuhan untuk Yesus saat ini mengalami perbedaan makna. Yesus adalah Tuhan atas seluruh bumi, yang memiliki kuasa atas alam semesta.
            Gelar Anak Allah yang diberikan kepada Yesus menurut Harvey menunjukkan bahwa Yesus sepenuhnya bergantung kepada dan satu dengan Bapa, menurut Borg gelar Anak Allah dipakai dalam tiga konteks dalam masyarakat Yahudi yang menggambarkan suatu hubungan dengan Allah yang istimewa akrab, yaitu dalam hubungan Israel sebagai umat pilihan, raja sebagai manusia yang diangkat menjadi anak Allah dan tokoh berkharisma sebagai orang yang mengenal dan dikenal oleh Allah.[6] Konteks gelar yang terakhir cocok jika dihubungkan dengan sebutan Yesus sebagai orang suci kharismatis.
            Tentunya orang awam memahami Yesus sebagai Anak Allah tidak dalam kerangka pemahaman  seperti ini. Orang awam lebih cenderung memahami Yesus sebagai Anak Allah dalam pemahaman Yoh 1:14, bahwa Yesus berasal dari Allah. Yang jika ditelusuri lebih lanjut pemahaman ini akan menghantar pada sebuah pemahaman lagi bahwa Yesus sejajar dengan Allah.
            Gelar-gelar ini paling banyak mendapat perdebatan. Akan tetapi dua gelar inilah yang paling berakar kuat dalam tradisi kekristenan dan menjadi hal utama yang ditawarkan kekristenan ketika diperkenalkan kepada bangsa lain yang sampai saat ini masih menjadi pokok sentral dalam kekristenan. Hal yang sama juga terjadi di Sumba ketika kekristenan ditawarkan kepada orang Sumba. Pada makalah ini gelar Yesus sebagai Tuhan akan lebih mendapat perhatian.
            Gagasan akan gelar Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allahlah yang membuat masyarakat Sumba bersedia menerima Yesus dan kekristenan. Yesus yang diperkenalkan adalah pribadi yang memiliki tidak saja kuasa yang melebihi Marapu yang selama ini dikenal oleh orang Sumba tetapi juga pribadi yang dapat menjadi sosok lain seperti sahabat, Bapa, kekasih, dan pribadi yang sangat dekat dengan mereka yang mengenalNya. Dalam konsep pemahaman yang seperti inilah Yesus menjadi lebih mudah diterima oleh orang Sumba.
            Yesus yang dalam keberadaanNya sebagai Tuhan dan Anak Allah telah membawa sebuah pemahaman baru bagi orang Sumba mengenai Allah yang mau menjangkau dan memperkenalkan diriNya bagi orang-orang lain di luar Yahudi. Oleh sebab itu, Yesus yang telah hadir dalam konteks masyarakat Sumba ini dimaknai orang Sumba sebagai Yesus milik orang Sumba. Dan sebagai milik Ia dikenakan atribut-atribut orang Sumba yang menandakan bahwa Ia milik orang Sumba. Atribut-atribut ini nyata dalam ikon-ikon yang ada dalam masyarakat Sumba sebagai gambaran Yesus yang menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat Sumba. Ikon-ikon ini terlihat dalam patung Yesus di depan Gereja Katholik Sang Penebus Waingapu yang menggunakan pakaian adat Sumba (kalabo), kain-kain tenun Sumba dengan motif gambar Yesus. Penggambaran Yesus dalam ikon-ikon ini tidak bermaksud mengurangi ciri khas Yesus sebagai seorang Yahudi tetapi hanya untuk menunjukkan bahwa Yesus telah menjadi milik orang Sumba dan dipahami dalam konteks dan budaya masyarakat Sumba. Masyarakat Sumba yang dimaksud di sini adalah mereka yang telah percaya kepada Yesus dan menjadi Kristen.
            Dalam kerangka pemahaman seperti ini maka apa yang kita temukan dalam masyarakat Sumba bersesuaian dengan definisi kristologi yang mengalami revisi dari penelitian tentang siapa Yesus Kristus dengan cara meneliti ajaran-ajaran Perjanjian Baru secara sistimatis (Gutrie) menjadi usaha memahami Yesus Kristus menurut pengalaman komunitas Kristen awal sampai pada masa kini dalam pelbagai budaya serta serta dalam perjumpaannya dengan konteks aktual kekinian dalam keragaman perspektif teologis, budaya dan agama tempat komunitas Kristen berada dengan memanfaatkan kontribusi ilmu-ilmu yang relevan.[7]
            Dari definisi di atas jelaslah bahwa pemahaman tentang Yesus tidak berhenti hanya pada komunitas awal kekristenan tetapi masih merupakan isu yang relevan sampai saat ini. Perjumpaan Yesus dengan masyarakat Sumba berikut pengalaman bersama Dia dalam perjumpaan dengan budaya merupakan bagian dari usaha manusia dalam hal ini masyarakat Sumba mengenal dam memahami Yesus.
            Dalam usaha mengenal dan memahami Yesus, latar belakang masyarakat sangat berpengaruh pada usaha ini. Latar belakang masyarakat Sumba sangat berkaitan erat dengan kebudayaan yang sekaligus menjadi kepercayaan masyarakat Sumba, yaitu kepercayaan terhadap Marapu. Marapu dipercaya mempunyai kekuatan dan kuasa untuk mengabulkan permohonan masyarakat apabila Marapu disembah dengan baik oleh masyarakat dan akan menghukum jika tidak disembah. Konsep kepercayaan seperti ini sangat mendasar kuat dalam diri masyarakat Sumba dan menjadi acuan pemahaman ketika ada pengaruh baru yang masuk.
            Pengenalan akan Yesus mengubah konsep berpikir semacam ini. Yesus dalam keberadaanNya sebagai Tuhan dan Anak Allah selalu tetap menjadi pribadi yang baik walaupun manusia tidak taat kepadaNya. Dia pribadi yang dapat mengerti keadaan manusia karena Dia sendiri menyesuaikan diri dengan keadaan manusia. Marapu tidak dapat berbuat demikian. Karena Marapu hanyalah roh nenek moyang yang juga dianggap oleh manusia memiliki kekuatan setelah meninggal dan dipercaya bahwa Marapu menjadi perantara kepada Ilah Tertinggi tetapi tetap dalam pemahaman bahwa Marapu memiliki kuasa karena diberikan oleh manusia meskipun dengan begitu kita juga mengesampingkan bahwa Yesus pun dibangun dengan kristologi oleh pemahaman dan penghayatan manusia terhadap karya pelayananNya semasa hidup.
            Sebagai hasil dari usaha memahami dan mengenal Yesus lahirlah suatu gambaran tentang Yesus yang dapat disebut Yesus kontekstual. Yesus dalam balutan budaya Sumba, Yesus yang dekat dengan masyarakat Sumba. Tidak lagi sebagai orang Yahudi tetapi sebagai orang Sumba yang hidup dalam konteks aktual masyarakat Sumba dan bersinggungan dengan budaya Sumba.
            Lebih jauh mengenai pemahaman di atas maka jika Yesus dapat menyesuaikan diri dengan konteks masyarakat Sumba tentulah Ia pun dapat masuk dan beradaptasi dengan budaya lain. Masyarakat lain pun akan mengalami pengenalan dan pemahaman terhadap Yesus sehingga dengan demikian Yesus menjadi Tuhan yang kaya akan budaya. Pemahaman ini memungkinkan munculnya sebuah kristologi baru mengenai Yesus dari budaya Yahudi ke budaya Sumba. Kristologi yang mendasarkan pemikiran tidak saja terhadap Yesus yang adalah manusia tetapi juga sebagai Tuhan yang terhadapNya masyarakat Sumba berusaha membangun pemahaman tentang makna kehadiran Yesus bagi mereka dalam setiap pengalaman hidup dan bagaimana perjumpaan Yesus dengan budaya mereka. Sebagai manusia Ia menyesuaikan diri dengan budaya Sumba dan memahami masyarakat Sumba sebab Ia pernah menjadi manusia yang dibesarkan juga dalam sebuah tradisi, yaitu tradisi Yahudi dan sebagai Tuhan Ia dapat hadir sebagai Tuhan yang dapat dipahami oleh masyarakat Sumba sesuai dengan cara paham orang Sumba dan lebih jauh dari pemahaman ini dengan mempertimbangkan bahwa ada banyak budaya dan tradisi dalam konteks masyarakat lain di luar konteks masyarakat Sumba maka tentulah Yesus adalah Tuhan yang kaya akan budaya. Ia muncul dalam berbagai potret budaya masyarakat. Sebab bukankah kristologi yang selama ini berkembang juga dibangun berdasarkan tradisi Yahudi dan tradisi dimana Yesus berusaha dipahami dan dikenali? Jadi orang Sumba pun dapat membangun sebuah kristologi yang berusaha memahami Yesus Kristus mulai dari pengalaman komunitas awal sampai pengalaman dan perjumpaanNya dengan masyarakat Sumba dan konteks masyarakatnya.
            Berbeda halnya dengan masyarakat Sumba berkepercayaan Marapu (selanjutnya disebut orang Marapu). Orang Marapu tidak dapat membangun kristologi semacam itu. Mereka hanya melihat Yesus dari jauh dan tidak berjumpa dengan Dia. Sebab itu mereka tidak memiliki pengalaman bersama Dia. Akan tetapi dalam perjumpaan mereka dengan sesama masyarakat Sumba yang telah menjadi Kristen, mereka pun dapat bertemu dengan Yesus. Perjumpaan semacam ini membawa mereka pada sebuah pengakuan bahwa Yesus benar punya kuasa. Benar bahwa Dia adalah Tuhan yang baik bagi orang Kristen dan yang dapat melakukan apa saja sehingga berbeda dengan Marapu yang suka menghukum jika tidak disembah dengan  baik. Tetapi pengakuan ini hanya sebatas pengakuan.  Orang Marapu lebih memilih mempercayai Marapu dari pada Yesus. Marapu lebih dekat dengan budaya Sumba karena Marapu adalah roh orang Sumba sendiri.
            Selain itu, alasan orang Marapu tetap setia pada Marapu didasarkan pada konsep pemahaman bahwa tujuan penyembahan dan tujuan akhir dari segala upaya orang Marapu dan orang Kristen adalah satu dan sama, yaitu Ilah Tertinggi yang dalam Marapu disebut Anatala dan dalam Kristen disebut Allah. Sifat dan pemakaian nama ini dalam tradisi Yahudi dan Sumba memiliki persamaan. Anatala dipandang keramat sehingga tidak dapat disebut sembarangan. Orang yang menyebutnya secara sembarangan akan tertimpa malapetaka sebab nama ini memiliki kekuatan magis. Nama ini hanya boleh disebut oleh imam Marapu dalam suatu ritus keagamaan yang disebut Upacara Perjamuan Dewa (Pamangu Ndewa) yang diadakan setiap delapan tahun dan disebutkan secara berbisik oleh Imam pada tengah malam tanpa seorang pun boleh mendengarnya.[8] Konsep pemahaman nama Anatala ini amat mirip dengan konsep pemahaman nama Allah (YHWH) dalam tradisi Yahudi. Nama YHWH suci dan tidak boleh disebut sembarangan. Hanya boleh disebut oleh seorang orang kudus (imam) pada hari yang kudus (Hari Perdamaian) di tempat yang kudus, yakni Ruang Maha Kudus dalam Bait Allah. Atas pemahaman ini maka paling tidak kita dapat katakan bahwa Ilah tertinggi yang disembah oleh orang Marapu dan Orang Kristen adalah sama (meskipun ketika orang Marapu mengatakan Ilah Tertinggi yang sama mereka tidak sedang berada konsep pemahaman bahwa nama Ilah Tertinggi dalam Kristen adalalah YHWH).
            Pemahaman mengenai Allah yang satu dan sama inilah yang mendasari kesetiaan orang Marapu terhadap Marapu. Tujuan orang Kristen dan Marapu sama, yang membedakan hanyalah perantara untuk sampai kepada Ilah Tertinggi. Perantara orang Marapu adalah Marapu sedangkan perantara orang Kristen adalah Yesus Kristus (meskipun orang Kristen sendiri memahami Yesus lebih dari sekedar perantara). Sehingga atas pemahaman seperti ini mereka merasa tidak perlu lagi menjadi Kristen dan percaya pada Yesus. Yesus bagi orang Kristen. Marapu bagi orang Marapu.
            Yesus dalam pemahaman orang Marapu sekalipun Dia diakui sebagai Tuhan orang Kristen dan memiliki kuasa yang besar Yesus tetap hanyalah seorang perantara sama seperti Marapu. Yesus tidak memiliki arti penting bagi orang Marapu. Bagi mereka, Dia bukanlah Tuhan yang kaya akan budaya seperti yang dipahami dan diyakini oleh orang Kristen Sumba.
3.       Kesimpulan
            Dari penjelasan mengenai Yesus bagi orang Kristen dan orang Marapu di atas maka kita dapat menarik kesimpulan mengenai pemahaman orang Sumba terhadap Yesus. Bagi orang Kristen, Yesus adalah Tuhan dan Anak Allah yang datang menjumpai masyarakat Sumba, memberi diri dikenal dan dipahami oleh orang Sumba sesuai dengan pola pemahaman orang Sumba, dijadikan milik orang Sumba dengan mengenakan atribut-atribut kebudayaan pada Yesus. Berangkat dari pemahaman bahwa Yesus dapat masuk menjadi Yesus orang Sumba dan bersinggungan dengan budaya maka orang Kristen Sumba berpendapat bahwa di tempat lain dalam konteks budaya yang berbeda Yesus pun dapat menjadi bagian dari koteks masyarakat tersebut sehingga Yesus yang dikenal dan dipahami orang Sumba adalah Tuhan yang kaya akan budaya.
            Bagi orang Marapu, Yesus hanya sebatas Tuhan orang Kristen yang juga diakui kekuasaanNya tetapi tidak disembah dan dipercayai. Marapulah yang menjadi sentral hidup mereka. Mengacu dari pemahaman tujuan beragama adalah Ilah Tertinggi dengan perantara yang berbeda-beda maka Yesus tidak memiliki arti bagi mereka. Yesus akan tetap menjadi Tuhan orang Kristen yang juga mereka akui kekuasaanNya. Sehingga Yesus bagi orang Marapu adalah Tuhannya orang Kristen sedangkan Yesus bagi orang Kristen Sumba adalah Tuhan yang kaya budaya. Bagi orang Sumba Yesus adalah Tuhan bagi orang Kristen.



[1] Marcus J Borg. Kali pertama jumpa Yesus Kembali : Yesus sejarah dan hakikat iman Kristen masa kini. (Jakarta: Gunung Mulia, 2003) 42
[2] Markus J. Borg, ibid
[3] A. Roy Eskardt. Manggali Ulang Yesus Sejarah. (Jakarta: Gunung Mulia, 2006) 25-32
[4] A Roy Eskardt. Ibid. 29
[5] Yusak B. Setiawan. Christology in Context. A draft
[6] A. Roy. Ibid. hal 35
[7]Yusak B. Setiawan. ibid
[8] F. D. Wellem. Injil dan Marapu. (Jakarta : Gunung Mulia, 2004) 42-43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar