Tulisan ini merupakan tugas kecil dalam mata kuliah PAK
Kategorial. Masih sangat kelihatan belum teraturnya cara berpikir saya dalam
menafsir. Karena saya ingin mempertahankan tafsiran belia ini untuk
mengingatkan saya bahwa dulu saya juga belajar dari nol. Semoga bermanfaat ^_^
Isi sebuah tulisan selalu berangkat dari konteks
kehidupan penulisnya. Gagasan, pokok permasalahan yang dibicarakan selalu
berkaitan erat dengan apa yang sedang dialami penulis. Seringkali sebuah
tulisan muncul sebagai reaksi atau protes terhadap perlakuan tertentu yang
diterima. Dalam hal ini, Injil Markus pun yang ditulis sekitar tahun 72-85 M berangkat
dari situasi tertentu yang terjadi sekitar tahun penulisan tersebut.
Dalam Markus 10:13-16, penulis mengisahkan
peristiwa yang menggambarkan keberpihakan Yesus terhadap anak-anak. Yesus yang
merupakan pusat perhatian dalam injil Markus digambarkan sebagai pribadi yang
tidak saja menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak tetapi juga menyatakan
sebuah pemahaman radikal bahwa anak-anak inilah yang empunya Kerajaan Allah.
13Lalu orang
membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; Tindakan ini
menggambarkan bahwa para orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
pertumbuhan iman anak-anaknya. Anak-anak ini dibawa untuk mengenal Yesus. Suatu
tindakan berani sebab anak-anak pada masa itu bukan merupakan orang yang patut
dihargai secara utuh. Tentu keberanian mereka datang kepada Yesus didasari oleh
keyakinan dan pengalaman yang telah mereka saksikan bahwa Yesus menghargai dan
peduli pada anak-anak.
Akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Kata kerja ‘memarahi’ yang dipakai adalah evpeti,mhsan yang
berarti mengomeli, memarahi (to rebuke). Kata ini menunjukkan betapa para murid
tidak suka dengan kehadiran anak-anak di sekitar mereka. Ketidaksukaan ini
beralasan kuat sebab Yesus pernah memberi contoh kepada para murid bahwa mereka
harus menerima anak kecil sama seperti mereka menerima Yesus.
14Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada
mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi
mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Kata ‘marah’ dalam ayat ini menggunakan kata hvgana,kthsen yang
berarti marah, naik darah, gusar (to be indignant). Jika kita perhatikan kata hvgana,kthsen menggambarkan
bahwa kemarahan Yesus lebih besar dari kemarahan murid-murid (evpeti,mhsan) ketika
menghalangi orang tua membawa anak-anaknya pada Yesus. Hal ini menunjukkan
bahwa Yesus sangat menghargai anak-anak sebagai manusia yang utuh bahkan dengan
kedudukan mereka sebagai pemilik Kerajaan Allah.
Apa yang
diungkapkan penulis injil Markus ini sangat kontradiktif dengan keadaan yang
terjadi pada saat itu (sekitar penulisan injil Markus). Anak bahkan tidak
mendapat perhatian khusus orang tua, pihak agama dan pihak pemerintah. Karena
mereka lebih sering menjadi ‘barang dagangan’ untuk membayar kewajiban pajak
kepada penguasa politis maupun penguasa agamawi dari pada dihargai sebagai
manusia yang utuh.
15 Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak
kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Orang-orang dewasa harus mencontohi
anak kecil. Suatu hal yang mustahil, sebab anak-anaklah seharusnya yang
mencontohi orang dewasa. Tetapi hal seperti inilah yang ingin diungkapkan
penulis Markus. Bahwa orang dewasa tidak lebih baik dari anak-anak maka
sepantasnyalah orang dewasa menghargai anak-anak sebagai manusia utuh yang
memiliki hak yang sama dengan orang dewasa.
16Lalu Ia
memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia
memberkati mereka. Sikap Yesus ini
adalah klimaks dari peristiwa ini. Yesus tidak menolak mereka tetapi merangkul
dan memberkati mereka. Sikap dan perkataan Yesus pada ayat 15 & 16
menunjukkan bahwa orang dewasa bahkan tidak berhak atas Kerajaan Allah jika
mereka tidak menjadi seperti anak-anak kecil tersebut. Hal ini berarti
anak-anak merupakan pribadi yang berharga di hadapan Allah, mereka bukan
‘barang dagangan’ tetapi manusia. Kritik ini ditujukan terhadap para penindas
anak-anak, terutama mereka yang menciptakan keadaan politik-ekonomi-keagamaan
yang memaksa para orang tua menjual anak-anak mereka. Suatu bentuk protes
Markus terhadap penindasan yang dialami oleh anak-anak. Jika Yesus yang adalah
Guru, Teladan, bahkan Tuhan menunjukkan penghargaan dan kepedulian yang besar
terhadap anak-anak bahkan dengan memarahi para murid yang menghalangi anak-anak
datang pada-Nya maka pihak pemerintah dan agama pun seharusnya berbuat
demikian. Injil Markus sebagai counter narrative terhadap wacana dominan (pemerintah
Romawi) telah menentukan sikapnya terhadap anak-anak, bagaimana sikap wacana
dominan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar